RADAR BOGOR-Desahan napas Yogi (15) terdengar begitu jelas. Posisinya yang berdiri tegap dengan tangan terkepal terlihat sangat kokoh. Tatapan Yogi yang tajam ke depan seolah tengah menunggu serangan seseorang.
‘Bukk!!’ Benar saja, dengan hitungan detik, tubuh kecil Yogi yang saat itu mengenakan seragam biru mendapat tendangan keras dari Irwansyah (16). Tendangan kaki kanan Irwansyah mengenai perut bagian atas.
Meski mendapat serangan keras, posisi Yogi tidak goyah sedikit pun. Ia masih berdiri tegak tanpa merasakan sakit apa pun. Itulah sekilas tentang gambaran seni beladiri Kateda di Padepokan Pesantren Ashabul Aziziyah, Leuwiliang.
Hampir setiap hari, di lokasi ini sejumlah pemuda dan orang tua berlatih mengatur pernapasan. Konon, beladiri ini sudah ada ribuan tahun di Tibet. Warga Tibet kerap menggunakan beladiri ini sebagai alat untuk mengatur suhu panas tubuhnya ketika dalam keadaan dingin.
Di Indonesia, Kateda dipopulerkan oleh sekelompok orang hingga terbentuklah Kateda Indonesia (Kindo). Menurut Wakil Ketua Umum Nasional Kindo, Imam Sobari, Bogor merupakan salah satu pusat kegiatan Kateda.
Tak heran, kepengurusan Kindo kini sudah tersebar di hampir semua wilayah. “Seni beladiri ini lebih mengedepankan kekuatan inti tubuh dari tenaga dalam yang diolah melalui pernapasan,” terangnya.
Selain sebagai beladiri, Kateda sebenarnya dimanfaatkan untuk kesehatan. Di antaranya pencegah jantung, ginjal, dan kanker. “Karena sifatnya olah napas dan melatih emosi. Jadi, badan itu diolah dan menghasilkan tenaga dalam untuk melindungi dari dalam,” paparnya.
Menurutnya, Kateda juga bisa menjadi alat meminimalisasi angka kenakalan remaja, dan pembentukan karakter lebih dini. Sebab, dengan melatih pernapasan, emosi akan stabil. “Kalau remaja rutin melatih diri, dipastikan pikiran negatif akan terhindar dengan sendirinya,” imbuhnya.(*/c)