25 radar bogor

Butuh Perhatian Pemerintah

SEMANGAT: Para siswa sanggar menarikan tari tradisional, kemarin.

BOGOR–RADAR BOGOR,Sebagai kota metropolitan, Bogor masih menyimpan glokalisasi seni Sunda. Para pegiatnya bahkan terus melatih diri untuk go international. Namun, jalan menuju ke sana terhadang kendala, baik dana maupun perhatian pemerintah.

Seperti yang diimpikan Sanggar Bagaskara. Sanggar yang berlokasi di Jalan Merdeka Ruko PGB ini, pun terus mengasah para peserta didiknya. Didirikan Suci Wargadani dan suaminya Syarul Ulum, kini ratusan penari telah lulus dari sanggar tersebut.

Seperti panggung yang digelar di pelataran Transmart Yasmin kemarin (15/7). Selain memajukan kesenian, pentas ini menjadi uji kenaikan kelasnya.

“Ini adalah uji tampil, evaluasi hasil dari didikan kami sebagai sanggar kepada siswanya,” ujar Suci kepada Radar Bogor dalam Pentas Seni Tari Tradisional Sanggar Bagaskara HJB ke-536.

Lebih lanjut, kata dia, dari ujian ini akan dilihat sejauh mana peserta menguasai kemampuan ilmu yang telah diserap. Selama enam bulan peserta didik dilatih berbagai keterampilan seni. Peserta berasal dari beragam kalangan usia. Mulai dari tiga tahun sampai paruh baya.

“Kami berharap kesenian Sunda bisa dilirik dunia. Bagaimana panggung internasional konsen dalam menikmanti seni, khususnya kesenian Sunda ini,” tuturnya.

Suci menambahkan, di Kota Bogor animo masyarakat terhadap kesenian Sunda cukup tinggi. Cikal bakal yang mencintai tradisi dengan melestarikan seni Sunda.

Dengan mengikuti berbagai perhelatan seni, diharapkan kesenian Sunda bisa melanggeng ke dunia internasional.

Syarul Ulum, pembina sanggar, mengatakan, jalan menuju internasional perlu dukungan masyarakat dan pemerintah. Selain belum terkoneksinya dengan jaringan seni internasional, sanggar juga terkendala dana. Menurut para pegiat seni Sunda, di luar negeri hanya tersedia tempat berkarya. Namun untuk akomodasi dan keperluan biaya hidup masih minim.

“Biaya itu harus ditanggung tim kami. Sebagai pelaku seni, kami tidak memikirkan biaya-biaya. Namun ada satu perhatian dari pemerintah yang membawa kami ke sana,” ungkapnya.

Menurut Syarul, pemerintah belum memperhatikan seni dari sisi pembiayaan. Contohnya, acara yang diselengarakan untuk mengeksplorasi kesenian. Sanggar harus menyewa mal untuk menggelar konser. “Ada tempat yang sudah bekerja sama pada praktiknya kami harus membayar. Minimal itulah, pementasan kecil ini difasilitasi gratis,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Shahlan Rasyidi mengatakan, ada sekitar 80 peserta dari 100 anak yang tergabung dalam Sanggar Bagaskara mengikuti evaluasi sanggar. Terdiri atas peserta perorangan dan per kelompok. Mereka menampilkan beragam macam tarian, seperti jaipong, merak dan lainnya.

Menurut Shahlan, evaluasi yang dilakukan enam bulan sekali ini diharapkan dilakukan dengan sangat serius. Sebab, Kota Bogor memiliki peningkatan dalam hal kebudayaan tari dari sejumlah sanggar yang dimiliki dibandingkan dengan kota atau daerah lain.(don/ran/c)