25 radar bogor

Neraca Perdagangan Bisa Tertekan

PINTU MASUK: Aktivitas bongkar muat di Conley Shipping Terminal, Boston, AS, kemarin. Review fasilitas GSP mengancam produk RI di pasar AS. (CJ GUNTHER/EPA-EFE )

JAKARTA–RADAR BOGOR,Indonesia cukup waswas bila Amerika Serikat (AS) mencabut fasilitas gene­ralized system of preferences (GSP) untuk sejumlah produk ekspor.

Sebab, jika GSP dicabut, neraca dagang RI-AS yang empat tahun terakhir selalu surplus terancam tertekan. Karena itu, pemerintah Indo­ne­sia serius melakukan pen­de­ka­tan persuasif agar AS tidak mencabut fasilitas tersebut.

Menko Perekonomian Darmin Nasution memanggil sejum­lah tim ekonomi, termasuk Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Salah satu yang dibahas adalah persiapan pertemuan antara delegasi Indonesia dengan Perwakilan Per­da­gangan AS atau United State Trade Representative (USTR) di Amerika akhir Juli nanti.

’’Kami bakal duduk bersa­ma USTR membahas fasilitas GSP yang diberikan kepada kita,’’ ungkap Enggar. Menurut dia, pihak AS juga meminta di­pas­tikan bahwa tidak ada hamba­tan tarif maupun nontarif bagi produk ekspor dari AS ke In­do­nesia. Itulah salah satu per­tim­ba­ngan jika fasilitas tarif prefe­rensial GSP bagi Indo­ne­sia ingin dipertahankan.

’’Ja­di, Indo­nesia sudah surplus be­­sar. AS tidak mau ada hambatan ekspor mereka ke sini,’’ jelasnya.

Selama ini GSP itulah yang membuat Indonesia menik­mati surplus neraca perda­ga­ngan hingga USD 14 miliar.

Jika GSP akhirnya dicabut, neraca per­dagangan Indone­sia berpo­ten­si tertekan. AS sedang me­ngevaluasi GSP 124 pro­duk ekspor yang meliputi teks­til, kapas, serta beberapa hasil perikanan seperti udang dan kepiting.

Beberapa hal yang menjadi perhatian AS adalah hambatan untuk ekspor produk hortikul­tura ke Indonesia dan kacang kedelai.

Proses evaluasi kebija­kan GSP oleh AS dijadwalkan berlangsung sampai akhir 2018.

Jika review memberikan reko­mendasi bahwa Indonesia tidak layak lagi menerima GSP, bea masuk beberapa produk ekspor Indonesia tidak lagi ’’disubsidi’’ alias dikenai tarif normal.

Darmin menuturkan, AS me­nganggap defisit perdaga­ngan dengan Indonesia makin besar. Selain Indonesia, dalam daftar AS ada Brasil dan Kazakhstan. ’’Kita meyakinkan mereka. Tapi, tentu saja yang putuskan mereka. Kita hanya akan lakukan negosiasi,’’ ujarnya.

Sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO), GSP merupakan kebija­kan per­dagangan sepihak (uni­­lateral) yang umumnya dimiliki negara maju untuk mem­bantu per­ekonomian negara berkembang. Namun, kebijakan itu tidak bersifat mengikat.(agf/ken/c14/oki)