25 radar bogor

Piutang Pajak Rp500 M Hilang

Dedi A Bachtiar
Dedi A Bachtiar

CIBINONG–RADAR BOGOR, Tunggakan piutang pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan (P2), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mencapai Rp1,29 triliun. Namun, Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor pesimitis, piutang PBB P2 tersebut dapat tertagih seluruhnya.

Musababnya, kata Kepala Bappenda Kabupaten Bogor Dedi A Bachtiar, Rp500 miliar piutang PBB diklasifikasikan tidak bisa tertagih. Salah satu penyebab­nya, objek pajak yang tidak terdeteksi wajib pajak­nya. “Bisa diklasifi­ka­si­kan tidak ter­tagih. Permasalahannya banyak. Seperti objek PBB yang tidak bertuan, ada sekitar 40 persen atau Rp500 miliaran,” kata Dedi.

Dedi melanjutkan, faktor penyebab lainnya mulai dari objek pajak yang berpindah wajib pajak (wp) atau berubah menjadi fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum). Paling parah, satu objek pajak dimiliki hingga tujuh WP. “Ini agak sulit tertagih. Maka, kita klasifikasikan ini tidak akan tertagih. Karena sulit untuk men­cari siapa WP-nya,” paparnya.

Lebih lanjut Dedi menuturkan, setiap tahun, Bappenda selalu menemukan masalah serupa dalam menelusuri objek PBB. Penghapusan objek pajak kerap dilakukan jika ternyata ada dobel anslag maupun WP yang tidak jelas.

“Kalau ada yang merasa dirugikan, nanti kami pertim­bang­kan sesuai permohonan mereka. Seperti sekarang objek­nya bukan nama saya lagi, ta­pi sudah nama orang lain, teta­pi tagihan masih ke saya. Nanti bisa diselesaikan data­nya,” ujarnya.

Meski perkiraan piutang tidak tertagih cukup tinggi, sambung Dedi, Bappenda masih men­dapati kesadaran masyarakat untuk membayar pajak me­ningkat. Tahun ini saja, Rp60 miliar piutang PBB terbayarkan. Di sisi lain, kini Bappenda juga sedang menggo­dok Peraturan Bupati (Perbup) Bogor untuk pengampunan denda piutang PBB. Dedi menargetkan, perbup itu bisa diterapkan mulai Oktober.

“Harapannya, meningkatkan animo masyarakat untuk me­nye­lesaikan piutang PBB me­reka. Dengan demikian, akan mempermudah dan mengu­rangi catatan piutang Pemkab Bogor,” katanya.

Biasanya, kata dia, WP baru membayar PBB setelah surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) diterbitkan. Menurut Dedi, ada 13 juta SPPT milik WP yang yang belum membayar PBB P2.

“SPPT kita distribusi terus. Nah, denda keterlambatan kita hitung setelah SPPT diterima WP. Kalau ternyata SPPT tidak sampai, maka WP bisa mengaju­kan keringanan denda keter­lam­batan yang diatur lewat perbup itu nanti,” jelasnya.

Dedi menambahkan, piutang PBB membengkak diban­ding tahun sebelumnya, yang men­capai Rp1,1 triliun. Menurut Dedi, lebih dari 40 ribu bidang milik wp dibangun menjadi kompleks perumahan dan ti­dak didaftarkan pengem­bang, sehingga Bappenda belum bi­sa menagih PBB dan bea perolehan hak tanah dan ba­ngunan (BPHTB).

Terpisah, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Bogor Hendrayana mengatakan jika perbup dianggap perlu untuk pengam­punan piutang PBB, maka perlu direalisasikan sece­patnya. Pasalnya, piutang terus menjadi catatan setiap kali BPK melakukan audit.

“Sudah tahu beberapa tahun belakangan ada temuan soal piutang PBB itu. Kalau mau diampunkan lewat perbup, ya tidak apa-apa. Asalkan, la­tar belakang piutang yang akan diampunkan jelas. Jangan pe­ngusaha,” kata Hendrayana.(wil/c)