25 radar bogor

Berbagi dengan Bahasa Isyarat

CERIA: Para peserta workshop Bahasa Isyarat dari mahasiswa Mercu Buana swafoto bareng narasumber, Surya Sahetapy, salah seorang aktivis tuli Indonesia.
CERIA: Para peserta workshop Bahasa Isyarat dari mahasiswa Mercu Buana swafoto bareng narasumber, Surya Sahetapy, salah seorang aktivis tuli Indonesia.

Radar Bogor, lic Relations (PR) Universitas Mercu Buana Kampus D, Jalan Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, menyelenggarakan Workshop Bahasa Isyarat, Selasa (10/7) kemarin. Acara yang mengusung tema Ability in Disability ini menghadirkan Surya Sahetapy, seorang aktivis tuli Indonesia maupun Ratrtipuspita Noor Jasmina dari Pusat Layanan Juru (PLJ) Bahasa Isyarat sebagai interpreter dan narasumber.

Kegiatan juga turut dihadiri Sekretaris Program Studi Fakultas Ilmu Komunikasi, Dicky Andika, Kabag Humas Mercu Buana Bekasi, Dewi Ambarsari. Juga para dosen pengajar dan 110 peserta yang berasal dari berbagai universitas di daerah Bekasi dan Jakarta.

Pada kesempatan tersebut, Surya menjelaskan, ia dan teman-teman tuli lainnya menegaskan kalau bahasa verbal adalah bahasa ketiga bagi mereka. “Bahasa pertama kami, bahasa isyarat. Bahasa kedua adalah baca tulis, dan bahasa ketiga bahasa verbal,” paparnya dalam bahasa isyarat, yang diterjemahkan Jasmina ketika menyampaikan materi.

Surya menekankan bahwa tuli dan tunarungu itu berbeda. Tunarungu, kata dia, memiliki konotasi negatif dan terkesan kasar, sedangkan tuli sebaliknya. “Tunarungu berkaitan dengan perspektif medis. Tunarungu artinya enggak bisa mendengar, seperti orang ini ada masalah, harus memakai alat pendengaran, harus diperbaiki, harus dibuat seperti orang mendengar. Kalau tuli ya sudah tuli saja, (kami) hanya berbeda,” tegasnya.

Dalam workshop ini pun, Surya juga mengajarkan kepada seluruh peserta menggunakan bahasa isyarat. Bahasa yang diajarkan adalah huruf abjad, pengucapan salam, dan perkenalan diri dalam bahasa isyarat. Selain itu, cara berkomunikasi dengan orang tuli meski tidak paham bahasa isyarat juga disosialisasikan. Sehingga, nantinya dapat dipraktikkan oleh para peserta seminar. “Ayo belajar bahasa isyarat. Sebab bahasa isyarat bermanfaat untuk semuanya, bisa memberikan warna kehidupan baru. Jangan berpikir orang lain punya keterbatasan, itu adalah sebuah ujian. Kita harus mencari kelebihan,” terangnya.

Seperti diketahui, Surya merupakan orang yang dipercaya mewakili anak berkebutuhan khusus (ABK) Indonesia dalam Global IT for Youth with Disabilities di Bangkok, Thailand pada 2013. Dirinya juga pernah bertemu dengan Ratu Elizabeth II serta Prince Philip, Duke of Edinburgh mewakili penyandang tunarungu dari Indonesia. “Pada 2013 saya masuk ke organisasi tuli. Sebelumnya saya mengidentifikasi sebagai tunarungu karena, misalnya, saya itu bisa bicara, tapi sebenarnya merasa tertekan,” katanya.(cr2/c)