25 radar bogor

Perkuat Ekonomi Dalam Negeri

BOGOR-RADAR BOGOR,Pemerintah fokus memperkuat fundamental ekonomi dalam negeri untuk menghadapi dampak perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok. Hal itu menjadi kebijakan yang diambil pemerintah dalam rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Bogor, kemarin (9/7).

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang ditugaskan mengumumkan kebijakan tersebut mengatakan, pemerintah sepakat memperkuat ekonomi dalam negeri. Mengingat situasi global tidak menentu.

”Juga memberi ketenteraman kepada industri nasional atau para pengusaha agar iklim investasi bisa dijaga,” ujarnya.

Penguatan ekonomi dalam negeri itu dijabarkan melalui upaya peningkatan ekspor, optimalisasi terhadap impor, dan mengembangkan subtitusi impor agar perekonomi semakin kuat. Selain itu, pemerintah juga melakukan optimalisasi tools fiscal.

”Jadi, itu baik berbentuk bea keluar, bea masuk, maupun harmonisasi daripada bea masuk itu sendiri, agar industri punya daya saing dan mampu melakukan ekspor,” imbuhnya.

Kemudian, lanjut Airlangga, untuk menjaga ketahanan ekspor, pemerintah akan melakukan jaminan terhadap bahan baku, serta memberikan insentif-insentif agar ekspor bisa ditingkatkan.

Sementara terkait dengan investasi, pemerintah mempertimbangkan memberikan insentif untuk relokasi pabrik. Misalnya dari industri yang sudah padat karya dari wilayah Jawa Barat ke wilayah lain, termasuk misalnya Jawa Tengah.

Pemerintah, lanjut Menperin, juga akan memberikan insentif untuk usaha-usaha kecil menengah, terutama di bidang furnitur. ”Misalnya nanti SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu) itu akan dibiayai atau disubsidi oleh pemerintah,” terangnya.

Terakhir, pemerintah juga melakukan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri, terutama dalam government procurement. Sehingga industri-industri nasional utilisasinya bisa ditingkatkan.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, berdasarkan hasil kajian, beberapa industri membutuhkan kebijakan untuk menjaga daya saingnya menghadapi dampak perang dagang. Untuk industri yang sudah tua dan masih membutuhkan impor, misalnya, kebijakan penurunan bea diperlukan agar bahan baku atau barang modal bisa lebih kompetitif.

Di sisi lain, ada beberapa industri yang membutuhkan dukungan dalam bentuk pajak yang ditanggung pemerintah, sehingga tidak terbebani. Untuk itu, treatment yang disiapkan akan berbeda-beda.

”Kita akan melihat industri manufaktur ini yang mana yang bisa menghasilkan barang-barang ekspor dan menghasilkan substitusi impor, dan apakah insentif yang diberikan dalam bentuk bea masuk, atau kah pajak yang ditanggung pemerintah,” tuturnya.

Sri menambahkan, kondisi APBN saat ini masih sangat baik untuk mendukung penguatan ekonomi. Baik dalam bentuk insentif kepabeanan, perpajak, dan dukungan lain seperti peningkatan modal dan akses. Sehingga dia menegaskan tidak akan menimbulkan gejolak di postur APBN.

Lantas, kapan tools fiscal tersebut akan bisa dirasakan industri? Sri menjelaskan, hal itu akan dibahas di tingkat Menko perekonomian. ”Kita lihat kesiapannya
industri mana yang paling cepat reaksinya terhadap instrumen itu, seberapa urgen mereka,” pungkasnya.

Jika sudah disepakati, kata dia, payung hukum yang disiapkan pun tidak akan jadi soal. Menurutnya, cukup dengan peraturan menteri keuangan (PMK).(far)