25 radar bogor

Kekurangan 150 Ribu Rumah

PADAT: Perumahan di kawasan perbatasan seperti Kecamatan Bojonggede terus bertambah.
PADAT: Perumahan di kawasan perbatasan seperti Kecamatan Bojonggede terus bertambah.

CIBINONG–Kebutuhan hunian di Kabupaten Bogor terus meningkat. Tarik-menarik kepentingan terjadi antara untuk memenuhi kebutuhan tinggal atau mempertahankan areal sawah dari alih fungsi.

Kepada Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Pentaan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor, Suryanto Putra mengatakan, pemba­ngunan hunian baru kini justru bergeser ke wilayah pinggir. “Di perkotaan semisal di Cibinong, susah. Apalagi untuk hunian bersubsidi. Karena harga tanahnya sudah tinggi,” kata Suryanto.

Menurut dia, lantaran ber­geser ke pinggiran, yang nota­bene persawahan, seperti Ke­ca­matan Cibungbulang mau­pun Ciampea, per­kem­bangannya menjadi tidak cepat. ”Karena rumah bersubsidi juga harus didukung akses trans­portasi,” kata dia.

Lebih lanjut Suryanto mengatakan, di wilayah lain seperti Kecamatan Cileungsi, Gunungputri maupun Klapa­nunggal, yang menjadi pusat produksi beras di Bumi Tegar Beriman, pun rentan beralih fungsi menjadi hunian.

Di sisi lain, Peraturan Daerah (Perda) tentang Lahan Perta­nian Berkelanjutan pun me­nun­tut dinas terkait mampu me­mas­tikan sawah-sawah yang dilindungi, memiliki pro­duk­si yang baik setiap tahunnya. “Karena tekanan kebutu­­han hunian di pinggiran itu cu­kup tinggi. Dinas Pertanian pun harus realistis sawah-sa­­wah yang dilindungi nantinya bisa berproduksi dengan baik,” kata dia.

Dalam tata ruang, kata dia, meski ada perizinan masuk dengan eksisting sawah, bisa saja diberi izin. “Tapi kita lihat letak geografisnya. Kalau secara ruang boleh tapi eksisting di lapangan tidak memungkinkan jadi hunian, ya tidak akan keluar izinnya,” bebernya.

Sementara itu, kebutuhan hunian di Kabupaten Bogor diprediksi mencapai 400 ribu unit pada 2030 mendatang. Untuk mencegahnya, Pemkab Bogor pun terus mencari cara agar masyarakat bisa lebih mudah untuk memiliki tempat tinggal yang layak.

Salah satu upaya yang dila­ku­kan adalah menyiapkan perda untuk ‘memaksa’ pengembang peru­mahan menyiapkan hunian ba­gi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Hingga akhir 2017, kebutu­han hunian di Bumi Tegar Ber­iman berkisar 100 ribu hingga 150 ribu unit. Dikha­watirkan, ji­ka pemkab tidak melakukan upaya dan hanya berharap masyarakat membeli rumah nonsubsidi, maka war­ga pribumi akan tersingkir dengan sendirinya dari tanah kelahiran mereka.

“Kalau tidak ditangani dari sekarang, tahun 2030 itu kekurangan rumah bisa sampai 400 ribu. Seperti warga Jakarta nanti, yang pada akhirnya memilih tinggal di luar daerah dengan harapan mendapat hunian dengan harga terjang­kau,” timpal Kepala Seksi Pe­ngem­bangan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabu­paten Bogor, Suparno.

Opsi lain, kata dia, ke depannya lahan-lahan tidak produktif akan dibangun ru­mah susun sederhana sewa (ru­sunawa), seperti yang ada di wilayah Kecamatan Cileung­si. Pemkab Bogor menga­­sum­s­ikan, warga yang berpeng­ha­si­lan di bawah UMR bisa me­mi­liki tempat tinggal yang memadai.

“Rata-rata sewa satu unit­nya itu Rp300 ribu per bulan de­ngan tipe 24. Rusunawa itu kan bisa sewa selama 6 tahun. Asumsinya, dalam enam tahun itu, mereka bisa mengumpul­kan uang untuk beli rumah sendiri. Tapi, kalau masih be­lum bisa beli juga, selama dia warga Kabupaten Bogor, tetap diizinkan tinggal. Tidak akan diusir,” tegas Suparno.

Pemkab Bogor kini memi­li­ki payung hukum untuk me­mak­sa pengembang pe­ru­ma­han menyediakan rumah bagi MBR, minimal 20 persen dari jumlah rumah yang dibangun.

Perda Ka­bupaten Bogor tentang Pe­rumahan dan Kawasan Permu­kiman telah disahkan dalam Sidang Paripurna di gedung DPRD Kabupaten Bogor, Cibinong, Selasa (3/7).

Perda itu ditelurkan sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Per­mendagri) Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan non-Perizinan Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasi­lan Rendah.(wil/c)