25 radar bogor

Sebelum Bebas Perlu Deradikalisasi Menyentuh Ideologi

TELITI: Tip Labfor Polda Jatim melakukan identifikasi titik ledakan di Kelurahan Pogar, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Kamis (5/7).

TELITI: Tip Labfor Polda Jatim melakukan identifikasi titik ledakan di Kelurahan Pogar, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Kamis (5/7).JAKARTA–Terungkapnya latar belakang Anwardi yang merupakan mantan napi kasus teror membuat tanda tanya mengapa ideologi radikal masih menjangkitinya. Ada kemung­kinan program deradikalisasi selama ini belum sampai menyentuh ideologi dari kelompok terorisme yang telah tertangkap.

Pengamat terorisme Al Chaidar menjelaskan, terorisme itu penyakit utamanya muncul akibat ideologi yang diyakini olek kelompok teror. Maka, hukuman bagi para napi seharusnya tidak hanya soal fisik. ”Namun, juga perlu deradikalisasi yang kompre­hensif,” ujarnya.

Bukan berarti deradikalisasi belum dilakukan. Namun, bisa jadi deradikalisasi ini belum sampai pada inti utamanya. Yakni, menyentuh ideologi dari para teroris yang telah tertangkap. ”Jadi, tidak hanya aspek sosial, ekonomi yang disentuh,” terangnya.

Aspek ideologi yang disentuh itu misalnya dengan men­datangkan ahli agama yang kemudian bisa benar-benar memberikan pemahaman yang benar. ”Banyak ahli agama di Indonesia yang mampu untuk meluruskan keyakinan radikal semacam itu,” paparnya.

Bahkan, sangat perlu untuk mematahkan berbagai dalil yang dibangun oleh pemimpin ideologis Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Amman Abdurrahman. ”Saya sudah berulang kali menyebutkan betapa perlunya mematahkan semua dalil-dalil yang membuat orang radikal,” jelasnya.

Dia mengatakan, kejadian mantan napi kasus teror yang kembali berulah ini menjadi warning betapa pentingnya penjara atau rutan khusus terorisme. Apalagi, saat ini ada proram untuk membuat rutan khusus terorisme pasca kasus di rutan Mako Brimob.

”Kita semua sudah mengetahui lah bahwa terorisme bisa men­jangkit di penjara. Hanya tinggal tindakan, tindakan bersama semua stakeholder,” ungkapnya.

Bila tidak ada tindakan serius terhadap penanganan paham radikal dan memicu terorisme, maka ada peluang kejadian aksi teror kembali terulang. ”Dan semua itu menjadi tanggung jawab bersama, terutama pemerintah,” ungkapnya.

Sementara, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen M. Iqbal menuturkan bahwa program deradikalisasi terus dilakukan, tidak hanya oleh kepolisian. Namun, semua lembaga, terutama Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT). ”Deradikalisasi ini terus diperkuat,” ujarnya.

Perlu diketahui, saat ini ada 325 napi kasus teror yang telah mengikuti program deradika­lisasi. Namun, masih banyak pula napi kasus teror yang belum mengikuti program tersebut.(idr)