25 radar bogor

GM Sudarta Disemayamkan di Bogor

BERDUKA: Suasana persemayaman karikaturis Gerardus Mayela Sudarta di Rumah Duka Sinar Kasih, Batutulis, Kota Bogor, kemarin (30/6).
BERDUKA: Suasana persemayaman karikaturis Gerardus Mayela Sudarta di Rumah Duka Sinar Kasih, Batutulis, Kota Bogor, kemarin (30/6).

BOGOR-RADAR BOGOR, Salah seorang karikaturis terbaik Indonesia, Gerardus Mayela (GM) Sudarta wafat pada usia 73 tahun. Kemarin (30/6), pria yang dikenal melalui karyanya, tokoh Oom Pasikom di Harian Kompas, itu disemayamkan di Rumah Duka Sinar Kasih, Batutulis, Kota Bogor.

Pantauan Radar Bogor, suasana haru menyelimuti Rumah Duka Sinar Kasih. Sejumlah sahabat maupun kerabat juga tampak hadir. Mereka silih berganti melihat jenazah Sudarta yang sudah berada di dalam peti. Sementara, di papan pengumuman tertulis GM Sudarta akan dikremasi di Rumah Sentra Medika Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (2/7) mendatang.

Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, Sudarta mengha­biskan hidupnya bersama Kompas sejak 1967 atau dua tahun setelah Kompas berdiri hingga pensiun pada 2005.

”Sudah hampir 50 tahun, pensiun hanya administratif karena setelah pensiun dia masih berkarya. Tak terhitung seberapa banyak karya yang sudah Sudarta torehkan semasa hidupnya,” ujar Budiman saat ditemui Radar Bogor di Rumah Duka Sinar Kasih.

Baginya, Sudarta adalah maestro karikaturis yang luar biasa bahkan menjadi ikon bagi Kompas. Tak hanya itu, ia juga menilai Sudarta seorang karikaturis yang sangat tajam memotret realitas–realitas sosial. Kritik–kritiknya dituangkan dalam gambar kartun tetapi tidak membuat orang marah. Sebaliknya, Sudarta malah membuat orang tertawa.

”Saya pikir itu adalah filosofi yang sama dengan filosofinya Kompas. Kebijakan editorial Kompas kan dalam konteks untuk mengkritik tidak pernah terlalu frontal, yang penting pesan itu sampai. Itu ada pada GM Sudarta,” tuturnya.

Bagi Kompas, lanjut dia, ini merupakan kehilangan besar. Kehilangan seorang karikaturis si pembuat kartun ”Oom Pasikom” yang melegenda seperti GM Sudarta. Sedangkan bagi dunia kewartawanan, khususnya dunia karikatur, juga sangat kehilangan.

Bahkan sampai sekarang, diakuinya, Kompas belum menemukan kembali sosok kartunis seperti GM Sudarta. ”Selain menjadi ikon dia juga seorang karikaturis yang visioner. Dia bisa melihat ke depan apa yang akan terjadi,” ujarnya.

Contohnya ketika mengkritik banjir tahun 1970-an. Kala itu Sudarta menggambarkan mobil masa depan dengan knalpot di atas. ”Dia menggambarkan di Bunderan HI akan seperti itu, kemudian memang seperti itu yang terjadi pada tahun 1976 dan 50 tahun kemudian itu terjadi,” jelasnya.

Dengan kemampuannya itu, GM Sudarta banyak menyabet penghargaan. Baik dari dalam maupun luar negeri. Seperti hadiah Jurnalistik Adinegoro dan Trofi PWI (1983-1987), Best Cartoon of Nippon (2000), Gold Prize of Tokyo Nokai (2004). ”Jadi Mas GM bukan hanya karikaturis milik Kompas, tapi Indonesia,” pungkasnya.

GM Sudarta juga dikenal rajin dalam mendokumentasikan karyanya. Dia diketahui membukukan karyanya dalam beberapa seri. Di antaranya Smile In Indonesia (1972), Senilukis Bali dalam 3 Generasi (1975), Indonesia 1967-1980 Kumpulan Kartun (1980), Humor Reformasi (1995), Reformasi Kumpulan Kartun (2000), Bunga Tabur Terakhir (2011), dan 50 Tahun Oom Pasikom (2017).

Sementara itu, kata Budiman, GM Sudarta sudah lama mengidap penyakit. Dalam beberapa tahun belakangan, dia sudah kerap keluar masuk rumah sakit. ”Sakit sudah agak lama, saya agak lupa. Mulai agak parah tahun lalu,” ujarnya.

Berdasarkan kabar yang diperoleh, GM Sudarta sudah mulai sakit-sakitan pada 2010. Dia mengalami patah tulang kaki setelah jatuh di kamar mandi dan menderita penyakit hepatitis C. Sejak saat itu, kesehatannya naik turun.(cr4/c)