Ahmad Fathoni semakin dikenal masyarakat, terlebih saat ia terpilih menjadi salah satu komisioner Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Bogor.
Usai dilantik Agustus 2017, pria kelahiran 08 Juli 1981 itu langsung tancap gas. Ya, Komisioner Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Panitia Panwaslu Kota Bogor tersebut berbagi cerita serba-serbi dirinya berada di dalam lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu. Seperti apa?
Laporan: Dede Supriadi
Jelang pelaksanaan Pemilukada yang tinggal menghitung hari tepatnya Rabu (27/6), tugasnya semakin padat. Ada prinsip yang ditanam oleh pria yang juga mantan PMII UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, tersebut. Baginya, suksesnya penyelenggaraan pemilu sangat bergantung pada profesionalitas dan netralitas penyelenggara pemilu yakni KPU dan panwaslu.
Wajar jika totalitas dalam mengawasi pemilu benar-benar dilakukan oleh Kang Fathoni-sapaan Ahmad Fathoni, bahkan waktu istirahat dan kebersamaan dengan keluarga yang harus berkurang.
“Sudah menjadi risiko tetapi yang pertama saya memanage waktu antara pekerjaan dan keluarga,” ujar pria berusia 37 tahun tersebut.
Untuk urusan tidur saja, kata dia, harus lebih banyak membuka mata ketimbang waktu beristirahat. “Rata-rata tidur 5-6 jam saja paling banyak, terkadang gak tentu,” ujar dia. Meski demikian, ketua dewan kemakmuran masjid (DKM) Masjid Raya Kota Bogor tersebut tidak menggangap semua berjalan seperti biasa dan tidak menjadikan beban pekerjaan.
Kang Fathoni jurstu sangat tertarik dan merasa nyaman bekerja dilembaga tersebut. Ia ingin berinteraksi langsung terkait masalah kepemiluan apalagi panwaslu tugas pokoknya adalah pengawasan.
“Buat saya pengawasan adalah sesuatu yang fundamental untuk mencapai tujuan tertentu ketika sebuah perencana sudah disiapkan,” ujarnya.
Dalam menjalankan tugasnya, Kang Fathoni mengaku tak jarang mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan. “Pernah debat sampai menujukkan gestur tidak suka dan terkadang merasa duka jika mereka memaksanakan persepsinya sendiri untuk kepentingan politiknya,” tuturnya.
Baginya ia menganggap semua serba-serbi dalam menjalankan tugas sebagai Panwaslu Kota Bogor. Terkadang untuk membunuh rutinitas tersebut menikmati secangkir kopi sambil membaca buku tentang biografi.(*)