25 radar bogor

Lima Bulan 387 Pelanggaran

JAKARTA–Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) memiliki sejumlah data terkait pelang­garan tahapan Pilkada serentak 2018. Data yang dirangkum dari Januari hingga Mei 2018 tersebut, disampaikan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kemarin (23/6). Selama lima bulan itu, terjadi setidaknya 387 pelanggaran.

Lima aktivis Kontras kemarin mendatangi kantor Bawaslu. Mereka menyampaikan peta pelanggaran Pilkada serentak 2018. Rivan Lee, salah seorang aktivis Kontras, menyampaikan bahwa kajian dilakukan Kontras di 10 provinsi yang dianggap ren­tan atau rawan.

Yakni, Su­matera Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kali­man­tan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Malu­ku, dan Papua. Pemetaan ter­se­but meliputi kontestasi pilgub maupun pilkada kabupaten/kota di 10 provinsi itu.

”Kami memetakan 10 daerah yang basisnya adalah pe­lang­garan HAM. Ada irisan jelas antara pelanggaran HAM dan peristiwa politik,” kata Rivan. Dia mema­parkan, pelanggaran nonadmi­nistrasi mendominasi 10 provinsi itu.

Sebagai contoh, di Sumatera Utara, isu intimidasi agama kerap muncul dalam kontestasi pasangan calon nomor urut 1 dengan nomor urut 2. Gesekan antara TNI dan Polri juga terlihat.

Ada pembelahan dukungan ter­hadap masing-masing pas­lon. ”Polarisasi keberpihakan terse­but berpotensi menim­bulkan gesekan berupa intimi­dasi dan teror di Sumatera Utara,” kata Rivan.
Sementara itu, di tiga pilgub wilayah Jawa, kampanye hitam mendominasi. Di Jawa Timur misalnya.

Kontras mencatat, di wilayah dengan 38 ka­bu­pa­ten/kota itu relatif sedikit terjadinya pelanggaran. Namun, terdapat kampanye hitam yang ditujukan kepada salah satu pasangan calon. Di Jateng, jaringan Kontras mencatat ada 7.000 alat peraga kampanye (APK) ilegal yang sudah ditertibkan Bawaslu. ”Kalau di Jabar, perusakan alat kam­panye paling sering dilakukan,” kata Rivan.

Kontras juga menemukan bah­wa pelanggaran nona­dmi­nistrasi cenderung meningkat sejak Januari hingga Mei 2018. Pada Januari, terdapat 21 kasus, kemudian naik signifikan pada Maret hingga Mei di kisaran 68 kasus.

Kenaikan tersebut dimulai ketika memasuki masa kam­panye pilkada. Pelanggaran diduga terjadi karena lemahnya pengawasan.(bay/c6/oni)