25 radar bogor

Meski Baru 1 Bulan Bekerja, Buruh Jangan Ragu Minta THR ke Perusahaan

Ilustrasi peringatan hari buruh.
Ilustrasi Buruh

JAKARTA-RADAR BOGOR, Menjelang hari raya Idul Fitri, kalangan buruh meminta pemerintah mengawasi pemenuhan hak buruh atas tunjangan hari raya (THR). Meski aturannya sudah jelas, pemerintah sering ragu menindak pelanggaran seputar THR. Akibatnya buruh selalu dirugikan.

Demikian ditegaskan Koordinator Gerakan Bersama Buruh (Geber) BUMN, Achmad Ismail. Menurutnya, ketentuan dalam Permenaker No.6 Tahun 2016, khususnya Pasal 5 ayat 4, menyebutkan, maksimal dalam 7 hari sebelum hari raya keagamaan tiba, buruh sudah menerima THR sesuai upahnya.

“THR wajib diberikan oleh pengusaha kepada buruh/peker­ja. Ketentuan ini berlaku bagi buruh tetap maupun buruh kon­trak,” ujarnya, kemarin.

Meski buruh tersebut baru masuk bekerja dengan masa waktu satu bulan bekerja seka­lipun. Melalui skema perhi­tungan ‘proporsional’, besaran nilai THR buruh bisa ditentukan besarannya.

Pria yang biasa disapa Ais itu mengungkapkan, masih ditemu­kannya keragu-raguan dari para buruh dalam soal penerimaan THR. Pertama, keraguan menda­patkan THR sering dialami oleh buruh yang baru masuk bekerja tapi belum genap satu tahun bekerja di perusahaan.

“Buruh terkadang bersikap pasrah untuk soal THR seperti ini. Akibatnya, kondisi ini di­manfaatkan oleh pihak pengusaha untuk tidak memberi­kan THR kepada buruhnya,” sebutnya.

Pada kasus lain, buruh yang sedang bersengketa terkait hubungan industrial dengan pihak pengusaha, risau akan hak THR-nya yang belum pasti terbayar­kan. Padahal, Pasal 155 ayat 2 dari UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa selama pu­tusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, maka masing-masing pihak, harus tetap me­menuhi segala kewajibannya.

“Dua hal soal keraguan tadi seharusnya mampu dijawab oleh Kemnaker melalui Posko THR-nya. Alih-alih bekerja mendata, posko THR harusnya punya keberanian dan terobosan upaya dalam membantu buruh mendapatkan hak THR-nya,” terang Ais.

Pihaknya mendorong posko THR bekerja secara pro aktif dan tidak hanya menunggu laporan melainkan mendatangi ‘kantong-kantong’ area indus­tri. Apalagi, posko juga sudah memiliki catatan-catatan pe­langgaran THR di tahun-tahun sebelumnya.

“Kegiatan ‘menyisir’ ka­wasan industri perlu dilakukan sehingga pemerintah mampu mendeteksi secara dini potensi pelanggaran pemberian THR,” tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan telah membentuk Satuan Tugas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran 2018. Posko Peduli Lebaran disiagakan bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan informasi dan pendampingan pembayaran THR.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang menjelaskan, posko ini tidak hanya menjadi sarana bagi pekerja/buruh untuk mengadu­kan permasalahan THR. “Posko tersebut juga dapat menjadi rujukan perusahaan untuk men­cari informasi dan berkonsul­tasi terkait pembayaran THR,” katanya.

Posko Peduli Lebaran 2018 melibatkan dua satuan unit kerja, yakni Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan Ditjen Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja dan K3.

Dengan melibatkan dua satuan unit kerja tersebut, maka posko tidak hanya berperan menjadi tempat konsultasi dan pengad­uan, tetapi juga dapat melakukan tindak lanjut aduan yang masuk secara langsung. “Tidak hanya di tingkat pusat, Posko Peduli Lebaran ini juga tersedia di dinas yang membidangi ketena­gakerjaan di tingkat daerah,”  jelasnya. (ysp)