25 radar bogor

Dinilai Banyak Kejanggalannya, ICMI Desak BPIP Dibubarkan

Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri bersama anggotanya.
Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri bersama anggotanya.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tengah jadi sorotan publik menyusul Peraturan Presiden 42/2018 yang menetapkan hak keuangan para pejabatnya hingga Rp 112 juta per orang. Eksistensi badan bentukan Jokowi itu pun dipertanyakan.

“Saya sependapat jika BPIP makin tidak jelas. Tugas dan metodologinya apa? Bina Pancasila?” tanya Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo seperti dilansir rmol, Selasa (5/6/ysp).

Anton mengingatkan, sejak awal kehadiran BPIP sudah diprotes rakyat banyak, apalagi setelah tahu kini anggarannya sangat besar.

“Gaji ketuanya saja 112 juta rupiah lebih per bulan. Anggota-anggotanya masing-masing 100 juta rupiah lebih per bulan. Ini jelas tidak masuk akal,” paparnya.

Menurutnya wajar jika rakyat curiga tujuan BPIP dibentuk hanya balas jasa tokoh-tokoh yang mendukung Jokowi dan membungkam mereka yang bersikap kontra.

“Contoh gaji dalam golongan jenderal di TNI-Polri saja cuma 3,9 juta per bulan, tunjangan 250 ribu bruto Rp 4,150 juta. Untuk bisa nabung ratusan juta rupiah makan waktu bertahun-tahun. Anggota BPIP cukup sebulan dapat ratusan juta rupiah. Apakah karena gaji sangat besar terus tidak peka?” kritik Anton.

Anton menyebut setidaknya ada tiga ketidakpekaan Jokowi dalam membentuk BPIP. Pertama, ketidakpekaan yang sangat menyedihkan di tengah rakyat sengsara ekonomi dan utang negara makin menggunung menetapkan gaji pejabatnya hingga ratusan juta.

BPIP juga dinilainya tidak peka sejarah karena diam ketika rezim menjadikan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Padahal The Founding Fathers sepakat 18 Agustus 1945 ketika Pancasila masuk dalam preambule UUD 1945 yang susunannya seperti sekarang.  “Sebelumnya banyak versi,” imbuh Anton.

Salah satunya versi Soepomo tanggal 29 Mei 1945, sedangkan M. Yamin 31 Mei 1945 tidak ada sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Sementara, versi Soekarno 1 Juni 1945 dengan mencantumkan sila Ketuhanan. Lantas versi Piagam Jakarta 22 Juni 1954 seperti Pancasila sekarang, hanya sila Ketuhanan ditambah tujuh kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

“Dari akar sejarah ini maka alasan apa jika versi Soekarno dijadikan hari lahir Pancasila? padahal posisinya sama dengan tim 9 ketika itu. Apalagi versi Soekarno taruh keTuhanan Yang Maha Esa paling akhir bahkan bisa diperas jadi ekasila yaitu gotong royong menghapus sila-sila lainnya dan sila yang sangat penting yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” urainya.

Anton memandang, versi Soekarno ini rentan disusupi ideologi yang kontra Pancasila seperti ketika berkuasa memaksakan PKI yang atheis hidup di Indonesia.

Jokowi juga menurutnya tidak peka iman akidah ketika membiarkan pejabat dalam tim BPIP tidak percaya akhirat. Padahal ruh Pancasila adalah iman pada Tuhan.

“Dengan berbagai kejanggalan ini BPIP menjadi lembaga yang tak jelas maka saya setuju dibubarkan dan Perpres tentang 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila juga harus dicabut,” demikian purnawirawan Polri ini. (ysp)