25 radar bogor

IPB Masuk dalam 7 Kampus Terpapar Paham Radikalisme Hasil Kajian BNPT

Ilustrasi Formasi IPB
KREATIF: Koreografi mahasiswa baru IPB beberapa waktu lalu

JAKARTA-RADAR BOGOR, Institut Pertanian Bogor (IPB) masuk sebagai salah satu kampus yang terpapar radikalisme. Bersama enam Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lainnya, IPB dinilai rawan penyebaran paham radikal.

Demikian hasil kajian Badan Nasional Penanggulangan (BNPT), terkait kampus-kampus negeri yang dinilai rawan disusupi radikalisme. Ya, BNPT menyebut sebanyak tujuh kampus ternama yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi 10 Nopember  (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) terpapar radikalisme.

Menanggapi hal ini, Forum Alumni Independen (FAN) IPB menyebut kajian BNPT tersebut patut dicermati secara obyektif dan kritis. Sebab, label ‘radikal’ yang disematkan kepada IPB jelas mencemari reputasi kampus.

Dewan Pengarah FAN-IPB, Doni Yusri mengatakan, jika mencermati secara historis, gerakan-gerakan pemikiran keagamaan radikal yang bersifat transnasional telah berkembang semenjak tiga dekade terakhir di Bogor.

“Pola di era Orde Baru lebih bersifat klandestin, dan cenderung bersifat sel yang bergerak dalam kelompok-kelompok kecil yang menyasar mahasiswa, dosen hingga tenaga akademik,” jelas Doni kepada JawaPos.com, Senin (4/6/2018).

Apalagi pasca Orde Baru atau di era reformasi, pola gerakannya lebih terbuka dan menyasar ke kampus-kampus, sebagai basis penyebaran indoktrinasi di kalangan akademisi dan mahasiswa tentang pemahaman agama yang sempit.

“Gerakannya membentuk kelompok pengajian (usroh) dengan tutor-tutor dari kalangan mereka baik dari kalangan dosen maupun mahasiswa-mahasiswa senior,” jelas Doni.

Tidak sampai di situ, mereka pun menguasai organisasi-organisasi kemahasiswa seperti BEM, Himpro, serta yang lainnya.

“Termasuk struktur organisasinya mulai dari level bawah seperti sekretaris departemen sampai level Dekan bahkan level struktur pimpinan di Rektorat,” jelas Doni.

Hal senada diutarakan Koordiantor FAN-IPB, Amril Syahputra Rangkuti. Amril tak menampik jika IPB rentan terpengaruh dan jadi sasaran utama gerakan radikal.

Pertama, mahasiswa IPB berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam sistem penerimaannya menggunakan pola bebas testing dan merekrut siswa yang berprestasi semenjak tahun 1970-an.

“Artinya, kalangan yang menyebarkan paham radikal mencium hal ini. Bagi mereka mahasiswa yang berasal dari daerah cukup penting. Karena pasca mereka lulus IPB ketika kembali di daerahnya bisa menjadi kader,” beber Amril.

Kedua, mahasiswa IPB yang berasal dari berbagai daerah tersebut secara kultural akan lebih mudah dipengaruhi. Apalagi lewat doktrinasi keagamaan karena mereka baru saja lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Dan belum tentu semuanya memilih basis keagamaan yang sudah memiliki cara pandang yang kuat. Contohnya, yang berlatar belakang kaum santri,” jelas pria yang juga peneliti di PKSPL IPB tersebut.

Armil lantas menyitir apa yang diistilahkan Clifford Gertz, dimana ada kaum abangan yang kadar pemahaman keagamaannya berbeda dengan kaun santri.

Otomatis, lanjut dia, hal ini menjadi ladang yang empuk untuk menyebarkan paham radikal.

“Jadi, pemahaman keagamaan yang menggunakan doktrin-doktrin radikal seolah-olah bagi anak mahasiswa baru sebagai “oase” di tengah kekeringan pemahaman keagamaan,” tutup Amril. (ysp)