25 radar bogor

Megawati Tidak Ambil Gaji BPIP

PROTES: Kader PDIP saat mendatangi Graha Pena, Radar Bogor, kemarin (30/5)
PROTES: Kader PDIP saat mendatangi Graha Pena, Radar Bogor, kemarin (30/5)

BOGOR–RADAR BOGOR,Setahun dilantik dan bekerja, Megawati Soe­karno­putri bersama para seja­watnya yang tergabung dalam Ba­dan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), ternyata be­lum pernah mendapatkan gaji ataupun hak-hak keuangan dari negara. Besaran gaji pokok yang disiap­kan pun, rupanya, tak lebih besar dari yang didapat seorang wali kota.

Seperti diketahui, sebelum berganti nama menjadi BPIP, Megawati bersama para tokoh nasional terlebih dahulu bergabung ke dalam Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP).

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Ahmad Basarah menjelaskan, kala tergabung UKPPIP, Presiden Joko Widodo juga menghadapi berbagai kendala internal administratif dan alur birokrasi antar kementerian yang ribet dalam mencukupi hak para tokoh nasional tersebut.

“Dampaknya, hingga setahun berjalan, baik dewan pengarah, kepala, deputi dan perangkatnya hingga tenaga ahli sebanyak 30 orang tidak diberikan dukungan gaji dan hak keuangannya dalam bekerja,” jelasnya kepada wartawan koran ini.

Menurut dia, BPIP adalah organ resmi pemerintah/negara de­­ngan tugas untuk menjaga tegak­­nya ideologi Pancasila. Mereka yang masuk dalam lem­baga itu merupakan tokoh bangsa yang telah teruji dedika­sinya bagi bangsa dan negara. Mereka adalah sosok yang memiliki integritas tinggi.

“Bukan bekerja atas dasar gaji,” kata dia. Megawati beserta para tokoh di antaranya Mahfud MD, Tri Sutrisno, dan Ketua MUI Maruf Amin, Said Aqil, dan lain-lain, menjalankan fungsi sosial politik dalam menjaga tegaknya Pancasila dan NKRI. Tugas mereka tidak diukur dengan gaji.

Tugas dewan pengarah, sambung Basarah, sangat padat dan kompleks karena harus melakukan penataan kelembagaan dan sistem pembinaan ideologi Pancasila. Terlebih sebagai lembaga baru, maka sistem kerja harus ditata dari titik nol.

“Bu Mega dan tokoh-tokoh lainnya sekali lagi tidak pernah memikirkan hal-hal yang bersifat materi,” ungkapnya.

Sampai saat ini, tutur Basarah, sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP, Mega dan pimpinan lainnya tidak pernah tahu besaran gaji ataupun hak-hak keuangan yang diberikan kepada mereka dan tidak pernah mengusulkan berapa besar gaji mereka.

“Apalagi meminta-minta gaji kepada pemerintah,” urainya.

Dia menyatakan, penetapan gaji dan hak-hak keuangan di lingkungan BPIP tidak mungkin diputuskan tanpa dasar dan ketentuan perundang-undangan. Keputusan pemerintah mengenai hak-hak keuangan pejabat atau penyelenggara negara harus melalui rapat-rapat antar kementerian terkait serta melalui per­setujuan menteri keuangan.

Perlu diketahui, terdapat kekeliruan redaksi dalam menyajikan beberapa data di pemberitaan kemarin (29/5). Penulisan kata ’gaji’ dinilai kurang tepat dan seharusnya adalah penghasilan per bulan.

Kata tersebut terdapat dalam grafis rincian gaji Megawati Soekarno Putri dan beberapa tokoh lainnya. Gaji Megawati sendiri tiada lain Rp5 juta.
Seperti yang sudah dijelaskan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, gaji pokok Dewan Pengarah BPIP tak berbeda dengan gaji pokok yang diterima para pejabat negara lainnya sebesar Rp5 juta.

Sri Mulyani menyebut tunjangan jabatan pejabat di BPIP bahkan lebih kecil dibandingkan lembaga lainnya, yakni sebesar Rp13 juta. Sedangkan, sisa hak keuangan lainnya digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan BPIP, seperti biaya transportasi, pertemuan, komunikasi, dan lain-lain.

Selain itu, terdapat pula asuransi kesehatan dan asuransi jiwa masing-masing sebesar Rp5 juta. Menurut dia, pemberian hak keuangan tersebut berdasarkan kajian terhadap beban tugas yang harus dilakukan para pejabat BPIP.

“Selama ini kami melakukan kajian untuk melihat beban tugas yang mereka hadapi dalam bentuk badan, yang kemudian memberikan rincian mengenai berapa jumlah hak keuangan yang harus dibayarkan,” jelasnya.

Hak keuangan diberikan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 tentang hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi pimpinan, pejabat, dan pegawai BPIP.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, sejak masih berbentuk UKP PIP pada Juni 2017 lalu, para pejabat BPIP tidak pernah mendapat uang sedikit pun dari negara.

“Mereka sudah bekerja hampir setahun belum ada gaji, tunjangan, bahkan anggaran untuk operasi pun tidak ada,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, BPIP mengem­ban peran yang tidak sederhana. Yakni pembinaan Pancasila yang belakangan ini terkena erosi oleh pemahaman lain.

“Untuk menjalankan itu banyak aktivitas, transportasi, komunikasi, pertemuan itulah yang masuk komponen hak keuangan,” tuturnya.

Kendati sudah dijelaskan, pro dan kontra penghasilan petinggi BPIP tetap saja tercipta. Sorotan tajam terlontar dari politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.

“Orang-orang yang sudah sepuh itu yang menjadi BPIP, kemudian mengejutkan hanya ongkang-ongkang, hanya tukar pikiran wah (digaji) Rp100 juta lebih,” kata Amien belum lama ini.

GERUDUK GRAHA PENA
Pro dan kontra seputar BPIP ternyata sampai di Bogor. Kemarin, puluhan kader PDIP Kota dan Kabupaten Bogor menyambangi Graha Pena, Radar Bogor, di Jalan KH Abdullah Bin Nuh. Mereka datang untuk memprotes judul headline halaman 1 Radar Bogor edisi Rabu (30/5).

Ratusan kader PDIP itu menilai pemberitaan headline Radar Bogor yang berjudul Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp112 Juta, tendensius dan merupakan pesanan.
Tanpa tedeng aling-aling, massa langgsung meringsek masuk lobi Graha Pena sambil meneriakkan protesnya dengan emosional.

Koran Radar Bogor yang terpajang mereka robek-robek. Terlihat seorang menaiki meja sambil berteriak-teriak.

“Jangan cari masalah sama kami. Kami partai penguasa!” teriak salah seorang kader PDIP seperti yang terekam dalam video smartphone salah seorang wartawan koran ini.

Karena datang dengan emosi, seorang front office pun ketakutan dan memilih menyingkir. Akan tetapi, staf perempuan itu justru diikuti oleh beberapa orang massa hingga ke belakang hall Graha Pena.

Di situ, massa juga merusak sebuah meja dan membanting-banting kursi hingga tempat sampah.

Berusaha menenangkan massa yang emosi, GM Produksi Radar Bogor Aswan Ahmad dan Pemimpin Redaksi (Pemred) Tegar Bagja Anugrah turun ke lobi lantai 1 untuk menemui mereka.

Sempat terjadi adu mulut ketika Aswan berusaha mengajak perwakilan massa untuk duduk berdiskusi di lantai empat sembari memediasi persoalan yang ada.

Sewaktu itu, makian massa terus memekik di areal lobi Graha Pena. Bahkan, kericuhan kecil sempat terjadi kala perwakilan kader PDIP hendak naik ke lantai 4 via lift.
Aswan dan Tegar terus mendapat tekanan dan dorongan secara fisik dari beberapa orang massa. Dalam rekaman video, mereka terlihat mendorong dan menarik baju pemred Radar Bogor sambil menghardiknya lantang.

“Jangan main pukul, jangan main pukul,” ujar Tegar ke salah satu massa yang menarik dan mendorong tubuhnya.

Setelah ditenangkan, akhirnya sebanyak sepuluh perwakilan massa berkenan ikut mediasi di ruang rapat redaksi di lantai empat.

Dalam kesempatan itu, mereka menegaskan tidak terima dengan pemberitaan tentang Ketua Umum-nya.

“Jadi, persoalan pemberitaan itu, di luar kepatutan. Menurut pandangan kami sebagai kader partai, sudah jelas itu mengandung unsur tendensius, dimana berita ditampilkan tidak berbasiskan data yang sebenarnya,” ujar Sekretaris DPC PDIP Kota Bogor Atty Soemadikarya di sela-sela mediasi.

Dia mengatakan, para kader dan simpatisan PDI-P meminta klarifikasi dan permohonan maaf dari Radar Bogor terkait pemberitaan tersebut. Atty juga memohon maaf jika ada tindakan simpatisan atau kader PDI-P yang di luar batas.

Atty mengatakan, awalnya hanya ingin mengantarkan surat hak jawab dan klarifikasi secara lembaga terkait pemberitaan.

“Kader datang lebih dahulu. Sehingga terjadi hal yang tidak diinginkan suatu perdebatan tapi itu hanya sebagai luapan emosi yang tidak bisa diterima, itu pun masih dalam kendali,” ujarnya.

Atty mengaku dirinya meminta mereka menahan diri sampai mendapatkan hasil musyawarah mufakat.

“Kita harus sama-sama mengerti ini untuk kepentingan bersama untuk kondusivitas di Kota Bogor,” sambungnya.

Menurut Atty, apa yang diberitakan Radar Bogor dinilainya tidak mendasar. Angka yang ditampilkan, kata Atty, tak berdasarkan data. Sebab sampai sekarang, diakuinya, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri tidak dan belum menerima uang itu.

Menurutnya juga angka-angka yang ditampilkan tidak seimbang. Sebab, yang lain hanya gaji pokok.

“Mungkin saja (Ketua Umum) tidak akan menerima bahkan tidak ada bukti-bukti Ketua Umum kami menerima, artinya ini tidak bisa diterima oleh arus bawah,” ujarnya.

Pernyataan yang dilontarkan Amien Rais, menurutnya, tidak benar. Ia mempertanyakan dari sudut mana ketua umumnya bekerja ongkang-ongkang kaki lalu menerima uang tanpa bekerja. Sedangkan, kata Atty, Mega tak menerima gaji itu. Bahkan, bila perlu tidak diambil uang yang nilainya ratusan juta itu.

“Beliau kan mengurus negara lebih dari itu, dengan usia beliau yang masih berkecimpung dan mengurus negara kan bagus, harusnya diapresiasi,” katanya.

Ketua DPC PDIP Kota Bogor Dadang Danubrata melalui surat bernomor 474/Ex/DPC/V/2018 meminta agar ada permohonan permintaan maaf dari Radar Bogor.

“Menurut kami berita tersebut memuat gambar dan isi berita yang mendiskreditkan Ketua Umum kami Hj. Megawati Soekarnoputri, dimana keterangan yang diberikan pun tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan sangat tidak adil dan fair pembandingnya,” ujar Dadang dalam surat tersebut.

Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Bidang Organisasi Kabupaten Bogor Julianda Efendi yang juga datang ke Graha Pena meminta agar Radar Bogor menyampaikan permohonan maaf, khususnya untuk Kota dan Kabupaten Bogor dan umumnya untuk Jawa Barat.

Julianda mengatakan bahwa Mega belum menerima satu rupiah pun. Bahkan, kemung­kinan tokoh-tokoh itu tidak mau menerima gaji yang diberikan pemerintah.

“Itu kan pemerintah yang mengadakan tapi sampai satu tahun berjalan belum diterima satu rupiah pun, jelas itu propaganda dan tidak fair bagi kami,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin (30/5).

Pemimpin Redaksi Radar Bogor, Tegar Bagja mengatakan, adapun tuntutan mereka adalah klarifikasi tentang penghasilan Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri sebesar Rp112 Juta. Tegar menyebut, pihaknya menyepakati beberapa hal yang menjadi pertimbangannya untuk diklarifikasi.

Salah satu poin yang disepakati itu adalah memuat tulisan klarifikasi yang akan diterbitkan pada edisi esok (hari ini).

“Ada beberapa hal yang kita sepakati. Kita klarifikasi bahwa Rp112 juta penghasilan Ibu Mega itu tidak lantas diambil oleh beliau,” kata Tegar.

Tegar memaparkan, ada beberapa hal yang memang perlu diluruskan. Bahwa, Rp112 juta itu bukanlah gaji, melainkan penghasilan total yang terdiri dari banyak komponen seperti tunjangan plus gaji itu sendiri.

GM Produksi Radar Bogor Aswan Ahmad menambahkan, PDI-P dan Radar Bogor memiliki hubungan yang harmonis sebagai mitra. Namun, ia mengakui adanya unsur berlebihan yang termuat dalam koran.

“Kami tegaskan tidak ada pesanan, tidak ada tendensius, dan akan kami koreksi besok (hari ini, red),” ucap Aswan.(gal/dka/don/far/bay/tyo/e)