Dalam literatur pesantren di Indonesia, sudah tak asing lagi jika hampir seluruh pesantren menyertakan Alfiyah sebagai salah satu pelajaran wajib dan menjadi tolok ukur sejauh mana kepandaian seorang santri dalam ilmu gramatikal Arab.
Karya monumental ini dikarang oleh mahaguru Syeh Muhammad bin Abdullah bin Malik Al-Andalusy atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Ibnu Malik. Alfiyah memang menarik. Bahkan, telah masyhur di kalangan pesantren bahwa seorang santri belum dikatakan “santri” jika belum menguasai atau setidaknya mempelajari Alfiyah.
Begitu juga yang dijadikan patokan di Pondok Pesantren Ash Shogiri. Robiah menjelaskan, karena para santrinya tidak melakukan kegiatan lain selain mengaji di ponpes, maka prestasi yang mereka capai selama mondok di sana yaitu tamat Alfiyah.
“Jadi, mereka tidak melakukan kegiatan apa pun di luar pesantren, hanya mengaji, mengaji terus, ada jam-jamnya berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sehingga prestasi yang mereka raih selama di pondok, ya, hanya tamat Alfiyah,” tegasnya kepada Radar Bogor.
Sehingga, di bulan Ramadan ini, menjadi acuan juga bagaimana para santri menjadikan bulan ini momentum mempercepat khatam Alfiyah.
Selain itu, kata dia, prestasi lainnya bagi para santri, khususnya perempuan, yakni menikah dengan santri laki-laki. Itu juga merupakan prestasi, sehingga mereka bisa bebas keluar dengan santri yang juga suami mereka masing-masing.
Keduanya, lanjut Robiah, merupakan prestasi yang menjadi fokus para santri di Pondok Pesantren Ash Shogiri sejak dulu. “Jadi, tidak ada prestasi lainnya di luar sana yang mereka ikuti, selain fokus dua hal tersebut,” tandasnya. (ran/c)