25 radar bogor

Kebun Plasma Nutfah LIPI Lestarikan Buah Langka Nusantara

Sebagian buah-buahan Nusantara masuk kategori langka atau terancam punah. Sebut saja menteng, gandaria, atau sempur. Terancam punah lantaran memiliki rasa tak enak, tampilan kurang menarik, dan tidak memiliki nilai jual.

M. HILMI SETIAWAN, Bogor

Cuaca panas pinggiran Bogor langsung tak terasa begitu memasuki area kebun plasma nutfah milik Pusat Penelitian Biotek­­nologi LIPI. Diredam puluhan pohon yang menjulang tinggi di area seluas 20 hektare itu. Di luar kebun tersebut, terdapat area khusus untuk pembibitan dengan luas sekitar 1 hektare.

Enung Sri Mulyaningsih yang menjadi kepala Kebun Plasma Nutfah Pusat Penelitian Biotek­­nologi LIPI pada 2014–2017 men­ceritakan, semula kebun khusus pembibitan buah langka tidak serapi saat ini. Area untuk kebun bibit itu sebelumnya tidak terurus dan dipenuhi semak belukar.

Rujukan apakah suatu buah langka atau tidak biasanya mengacu pada kajian Interna­tional Union for The Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Kualifikasinya mulai berisiko rendah, hampir terancam, rentan punah, terancam punah, kritis punah, punah di alam, dan punah.

Belum semua jenis buah koleksi Kebun Plasma Nutfah diberi keterangan berbasis IUCN. Buah mangga kasturi (Mangifera casturi) masuk kategori punah di alam (extinct in the wild). Kemudian buah lain yang berstatus terancam punah (endangered/EN) adalah bisbul (Diospyros blancoi). Kemudian buah kategori rentan punah (vulnerable/VU) adalah durian lai (Durio kuteiensis), kecapi (Sandoricum koetjape), dan sempur. ”Tujuan dari pelestarian ini adalah jangan sampai buah-buahan itu menjadi punah,” tuturnya.

Untuk menambah koleksi buah langka, ada banyak cara yang dilakukan. Enung mencontohkan suatu ketika dirinya sedang dalam perjalanan di wilayah Bogor. Dia kemudian terkejut melihat orang menjual buah kapulasan (Nephelium mutabile). Buah kapulasan ini mirip seperti rambutan. Tetapi, tidak ada rambutnya. Sehingga sering juga disebut rambutan botak/rambutan babat.

Menurut Enung, buah kapulasan rasanya manis. Hanya kurang disukai karena kulitnya tebal, tetapi daging buahnya tipis. Meskipun sama-sama berambut pendek, buah kapulasan ini berbeda dengan rambutan rapiah.

Kemudian, ketika berkunjung ke Tabalong, Kalimantan Selatan, Enung menemukan orang berjualan langsat tabalong. Dia pun langsung membeli langsat yang sangat manis itu, kemudian dikumpulkan bijinya untuk ditanam di Kebun Plasma Nutfah LIPI.

Kepada para staf yang berkunjung atau bertugas ke daerah, Enung juga selalu titip untuk berburu buah langka atau buah endemis setempat. Lalu dikumpulkan bijinya (bagian tanaman lainnya) untuk kemudian dikembang­biakkan di LIPI.

Di samping itu, melalui kerja sama dengan PT Astra, perpanjangan tangan Astra di daerah memungkinkan untuk mendapatkan material tanaman buah langka dari setiap daerah yang menjadi ciri khasnya.

Setiap buah langka yang sukses dikembangbiakkan tidak hanya ditanam di kebun LIPI. Tetapi juga diseminasikan ke masyarakat atau daerah tertentu. Umumnya bibit-bibit itu didonasikan untuk mendukung acara yang terkait dengan lingkungan atau pameran LIPI.

Kepada masyarakat, dia berpesan supaya ikut aktif melestarikan buah-buahan endemis atau khas setempat. Biasanya buah-buahan yang terancam punah itu memiliki rasa yang tidak enak, tampilan kurang menarik, dan tidak memiliki nilai jual. Sehingga masyarakat tidak tergerak untuk membudidayakannya.

Padahal, menurut Enung, setiap jenis buah-buahan itu me­miliki keistimewaan khusus dalam gennya. Misalnya, ada yang membawa gen perakaran baik, gen tahan terhadap hama atau penyakit tertentu, serta gen-gen positif lainnya. Suatu saat nanti, melalui teknologi transfor­masi gen yang semakin maju, gen-gen spesial itu bisa ditransfer ke tanaman lain. (*/oki)