25 radar bogor

Cendikiawan Suryaatmadja, Bocah Jenius asal Bogor

PULANG KAMPUNG: Diki melakukan kunjungan dan ramah tamah di Yayasan Kesatuan akhir pekan lalu.

Masih ingat dengan sosok bocah jenius, Cendikiawan Suryaatmadja? Bocah asal Bogor yang duduk di bangku kuliah saat usia 12 tahun dan menjadi mahasiswa termuda di Universitas Waterloo, Kanada itu, kini pulang kampung.

Pekan kemarin Radar Bogor berkesempatan mewawancarai Diki -panggilan akrabnya- ketika berada di Sekolah Kesatuan.

Laporan: Omer Ritonga

Dua tahun memang bukan waktu yang panjang bagi Diki untuk beradaptasi di negeri orang. Sejak diterima di Universitas Waterloo, Kanada pada 2016 lalu, berbagai pengalaman seru dihadapinya. Mulai dari perbedaan bahasa, cuaca, hingga makanan. “Sebenarnya bikin saya lebih mandiri.

Karena banyak yang gak terbiasa di Bogor, jadi saya lakukan sendiri di Kanada,” terang Diki.

Sekadar diketahui, Diki merupakan alumni siswa dari Sekolah Kesatuan, sejak TK hingga SMA. Kedatangannya ke Sekolah Kesatuan tidak lain ingin berbagi pengalaman dan bertemu guru-gurunya semasa sekolah.

Dia menuturkan, jika di Bogor segala sesuatu khususnya keperluan sekolah dibantu orang tua, di Kanada justru sebaliknya. Semuanya dilakukan sendiri. Mulai dari menyiapkan perlengkapan kampus, sarapan hingga makan siang.

Dia pun harus berjalan kaki dari tempat tinggalnya ke kampus. Tiap hari, rata-rata Diki berjalan kaki sekitar 1,5 jam. “Saya juga harus beradaptasi dengan kondisi cuaca dan makanan. Tapi gak masalah buat saya. Lama-kelamaan saya bisa menyesuaikan,” ucap bungsu dari tiga bersaudara ini.

Selama dua tahun lebih di Kanada, Diki mengaku makin menikmati aktivitas dan hal lainnya yang ada di sana. Dia tak pernah merasa mengalami kesulitan, baik itu materi di kampus ataupun hal lainnya. Dia mudah menyesuaikan diri serta aktif mengikuti kegiatan beberapa komunitas di kampus. “Dengan gabung di komunitas saya bisa menghilangkan kejenuhan,” ucapnya.

Diki juga selalu melakukan kegiatan yang menjadi hobinya saat di Bogor, seperti membaca komik, nonton dan lainnya. Soal nilai kuliah, rata-rata nilai yang diraihnya juga tak kalah dengan mahasiswa Kanada, yakni di atas 80. Bahkan ada beberapa mata kuliah yang mencapai angka nyaris sempurna. “Aku suka kalkulus. Nilainya 90,” ucapnya.

Diki menuturkan, beren­cana melanjutkan pendi­dikan hing­ga Phd. Dia juga bereingi­nan membuka perusahaan yang bergerak bidang energi dan pertam­ba­ngan di Indone­sia. Hanya, sebelum memulai usaha, dia akan bekerja lebih dahulu.

Diki memang berbeda dengan bocah umumnya. Pada usianya yang masih 14 tahun, gaya bicaranya sudah cukup matang layaknya orang dewasa. Dia mampu menjelaskan berbagai hal mengenai matematika dan fisika di level yang dikuasai. Misalnya, integral first order untuk matematika dan gerak rotasi untuk fisika.

Dia menuturkan, kemam­puannya yang berbeda tersebut terlihat sejak dirinya masih bayi. Pada usia 6 bulan, Diki mengaku sudah bisa berbicara. Bahkan, dia mulai belajar membaca pada usia setahun. Pada ulang tahun kedua, Diki sudah lancar membaca.

“Pada usia 2 tahun, saya masuk playgroup,’’ tuturnya.

Pada usia yang sama, dia mulai belajar berhitung di bagian pertambahan. Beberapa bulan kemudian, dia belajar pengurangan. Pada usia 3 tahun, saat mulai bisa menulis, Diki pun mempelajari perkalian yang dilanjutkan dengan pembagian. Ketertarikan itu berawal saat Diki membuka-buka buku milik kakak perempuannya yang sudah masuk sekolah dasar.

Bocah kelahiran 1 Juli 2004 itu mengungkapkan, dirinya juga selalu penasaran terhadap segala sesuatu yang mengandung pengetahuan. Karena itu, Diki selalu bertanya kepada sang ayah tentang berbagai hal. Mengapa buah bisa jatuh, mengapa pohon bergoyang saat ada angin, dan berbagai hal lainnya.(*/c)