25 radar bogor

Ponpes Subulul Ihsan Gunungsindur, Kembangkan Bahasa Arab dalam Keseharian

SERIUS: Para santri mendengarkan tausiyah dan arahan dari ustaz setelah salat berjamaah.

Pesantren yang mengkhususkan pengembangannya di bidang Bahasa Arab dan Tahfidz Alquran ini baru berdiri pada 25 Februari 2017 lalu. Dalam perjalanannya yang masih muda, awal mula pengembangan pesantren ini baru menyasar santri-santri dari kampung sekitar.

Salah satu pengajar yang juga menjadi pengasuh harian, Ust. Muhammad Ikram mengatakan, jumlah santri Pondok Pesantren Subulul Ihsan di tahun pertama baru ada sekitar 25 orang.

“Kami memang baru berdiri. Karenanya masih sangat membutuhkan sosialisasi agar ke depannya semakin banyak santri yang belajar di sini. Alhamdulillah, untuk target awal, kami khususkan untuk membina anak-anak yang ada di kampung sekitar dulu. Dan, respons masyarakat ke kami cukup baik,” bebernya kepada Radar Bogor usai salat Zuhur.

Ikram –sapaan akrabnya– melanjutkan, di antara yang dikembangkan di Subulul Ihsan adalah pengem­bangan bahasa Arab. Metode yang digunakan adalah penambahan kosakata Arab harian (ziyadah mufradat), percakapan bahasa Arab (muhadatsah), dan juga pidato bahasa Arab (muhadharah).

TAMPIL: Acara yang diikuti dan dilakukan para santri.

“Untuk ziyadah mufradat, kami berikan empat kosakata Arab baru setiap hari. Kosakatanya baik dari bentuk nama (isim), ataupun kata kerja (fi’il). Itu setiap pagi dan sore. Kami berikan di kelas mereka,” sambungnya.

Untuk percakapan bahasa Arab, lanjut Ikram, mereka digembleng setiap Ahad subuh di halaman pesantren. Para santri diarahkan untuk membuat barisan berhadap-hadapan, kemudian dipandu untuk berbicara bahasa Arab dengan cara bertanya dan menjawab.

“Muhadatsah waktunya mingguan. Apa yang sudah mereka pelajari setiap hari selama seminggu terakhir terus diulang saat muhadatsah. Mereka kami pandu untuk berbicara bahasa Arab dengan partnernya.

SILATURAHMI: Warga dari kampung sekitar yang juga wali murid santri saat menjenguk anaknya di Ponpes Subulul Ihsan.

Jika lupa, mereka bertanya kepada kami. Sampai mereka benar-benar hafal dan ingat kata demi kata yang sudah diajarkan,” jelas pria asal Batam itu.

Adapun pidato bahasa Arab, lanjut Ikram, para santri dipandu untuk berpidato dengan menggu­nakan bahasa Arab, Inggris, maupun Indonesia.

“Waktunya setiap Senin malam. Untuk awal-awal dengan menghafal teks. Tapi ke depannya, jika sudah terbiasa, mereka bisa mengembangkan konsep pidato sesuai tema yang diberikan. Di sinilah kami gembleng mereka seperti di acara Pildacil,” pungkas pria kelahiran 1997 tersebut.(cr3/c)