Akhir-akhir ini, Indonesia mengalami krisis dai yang kompeten dan mumpuni untuk menyampaikan pesan-pesan Islam kepada masyarakat. Berangkat dari kekhawatiran tersebut, Pondok Pesantren Riyadhul Jannah berinisiatif mencetak dai-dai andal dan piawai.
Riyadhul Jannah berlokasi di Kampung Binong Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Pesantren ini termasuk belum lama berdiri, karena baru dibangun KH. Muhammad Supriadi pada 2 Mei 1994.
Dengan jumlah penghuni 350 santri, Riyadhul Jannah memang dibangun untuk mencetak pendakwah-pendakwah atau dai. Demikian diungkapkan Arifqa Fernanda (23), salah satu pengajar yang juga konsen mengembangkan dai-dai muda jebolan Riyadhul Jannah.
”Sebenarnya kegiatan muhadharah rutin dilaksanakan setiap Jumat dan Sabtu. Tapi kita ingin ada satu forum khusus yang bisa membina dan mendidik candradimuka para dai melalui satu forum pengembangan yang kami namai Forum Pengembangan Mubaligh (FPM),” ujarnya saat ditemui Radar Bogor di ruang kerjanya.
Nanda -sapaan akrabnya- menuturkan, potensi-potensi santri yang memiliki bakat dalam berpidato dijaring melalui satu seleksi ketat.
”Pada saat itu, kami mendapatkan tujuh santri sebagai perintis pengembangan dakwah. Dan ke sini-sini, alhamdulillah ada 50 santri yang sedang dan akan terus kami gembleng agar kemampuan mereka dalam berdakwah semakin baik,” jelasnya.
Penggemblengan khusus itu dengan mengedepankan berbagai materi dakwah seperti Alquran dan hadis berikut tafsirnya, memahami berbagai qoul-qoul ulama dan perbedaannya, seni dalam beretorika, olah vokal, public speaking, dan lain-lain.
”Saya juga tidak menyangka, usai kami gembleng sejak Mei 2017, ternyata kemampuan mereka semakin meningkat. Sampai-sampai pada suatu saat, di masa liburan, mereka memanfaatkan waktu liburnya dengan menggelar kegiatan Tarhib Ramadan di salah satu perumahan.
Dan kami sebagai guru akhirnya diundang, santri kami sangat dibanggakan masyarakat di sana,” lanjut pria kelahiran Riau itu.
Nanda berharap, dengan dikembangkannya Forum Pengembangan Mubaligh, Indonesia tidak akan kekurangan dai-dai yang kompeten dan andal. ”Karena pintar bicara saja tidak cukup. Seorang dai harus memiliki dasar-dasar agama yang kuat. Dan pesantren kami adalah cikal bakal untuk itu,” ung kap Nanda.
Sementara itu, Rifki Dwi Prasetyo (15) salah satu santri gemblengan Forum Pengembangan Mubaligh mengaku senang mengikuti kegiatan pembinaan FPM. Di FPM, kata Rifki, ia bisa mengeksplorasikan berbagai kreasi terkait seni dalam berbicara dan berdakwah.(cr3/c)