25 radar bogor

Mengharukan, Faqih Akhirnya Bisa Mendengar

SOFYANSYAH/WILDA/RADAR BOGOR BANTUAN: M. Faqih dipasangi alat pendengar, kemarin (14/5). Faqih yang sudah menyandang tunarungu sejak kecil, akhirnya bisa mendengar.

CIBINONG–RADAR BOGOR, Wajah M. Faqih Muttaqien (16) -siswa kelas X SLB Fitria Bogor- mendadak semringah dan terharu. Ya, penyandang tunarungu itu akhirnya bisa mendengar. Pa­salnya, sejak kecil, Faqih ha­­rus berkomunikasi melalui ba­­ha­sa isyarat.

Namun, berkat bantuan alat bantu dengar (ABD) dari Telkom Difabel Care ‘Yayasan Diffable Action Indonesia bersama PT Telkom-Kick Andy Foundation-ABDI’, Faqih bi­sa dengan jelas mendengar suara yang ada. Faqih adalah satu dari 26 anak-anak pene­ri­ma ABD.

Ketua Harian Yayasan Kick Andy Foundation Ali Sadikin menuturkan, melalui prog­ram ADB, sangat berharap anak-anak penderita tunarungu bi­sa mendengar. ”Kami ingin la­ku­kan ini terus. Maka­nya tadi ada teman-teman dari yayasan SLB di Bogor, nah ka­mi kenalan di sini. Ke depan akan banyak sekali program­nya,” urai Ali seusai pemberian ADB, di ruang VIP Stadion Pakansari, kemarin (14/5).

Ali melanjutkan, prog­ram Kick Andy Foundation tidak hanya ADB. Ada bantuan ba­gi penyandang tunadaksa, yak­ni kaki palsu. ”Kalau bukan ki­ta siapa lagi? Mumpung ma­sih bisa melakukan bersa­ma, ma­ka itu yang kami laku­kan,” tegasnya.

Selain itu, Ali menjelaskan, ADB yang terpasang di masing-masing telinga penerima bukanlah ADB biasa. Se­be­lumnya, telah dilakukan pen­dataan, hingga ditentukan 26 anak penerima ADB, lalu di­ukur tingkat volume, lubang telinga dan dipesankan di Amerika melalui PT ABDI.

”Makanya se-Indonesia hanya 350 ADB, karena bentuknya tidak massal. Masuk ke In­donesianya pun butuh waktu dan proses,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Ya­yasan Diffable Action Indonesia (YDAI) Isnurul Naeni mema­par­kan, data penyandang tu­na­rungu yang dibina YDAI lebih dari 300 anak. Di sisi lain, kuota yang diberikan hanya 26. Karena itu pihaknya amat sangat menyaring anak-anak yang memang membutuhkan ADB dan masuk kategori parah.

”Rata-rata penerima ADB terhitung parah. Jadi selama ini mereka berkomunikasi de­ngan bahasa isyarat, atau mem­baca bahasa bibir. Tapi mereka semuanya sekolah.Karena itu, dengan ADB ini bisa lebih mempermudah pro­ses belajar mereka,” bebernya.

Besar harapan, Is -anak-anak penerima ADB- bisa lebih mendengar dinamika kehidu­pan lewat suara, juga bisa menunjang pendidikan mereka, sebab ada beberapa di antaranya yang akan naik ke jenjang SMA.

”Saat dipakai, langsung ak­tif, bisa mendengar. Meski me­mang butuh pembiasaan, kalau anak yang belum pernah sa­ma sekali menggunakan ADB, butuh waktu 1-2 minggu un­tuk pembiasaan, karena sebe­lumnya kan blank, pusing-pusing. Cuma biasanya lebih tertutupi oleh rasa senang,” tandasnya. (wil/c)