25 radar bogor

Melihat Kampung Halaman Dr Mahathir Mohamad di Kedah, Malaysia

F-Thoriq S. Karim/JAWA POS REHABILITASI: Pekerja sedang mengecat bekas rumah Mahathir Mohamad yang sekarang dijadikan museum.

Alor Setar, Kedah, merupakan basis kuat Dr Mahathir Mohamad. Sebab, mantan perdana menteri Malaysia itu lahir di negara bagian tersebut. Saat ini masih ada bangunan yang menjadi saksi sejarah perjalanan lelaki berusia 92 tahun tersebut.

Thoriq S. Karim, Kedah

BANGUNAN itu berada di Lorong Kilang Ais, Jelang Pegawai, Seberang Perak, Alor Setar, Kedag Darul Aman, Malaysia. Bentuknya rumah panggung dengan motif dinding dari kayu. Ada tiga rumah yang modelnya seperti itu. Semua berada di area yang dikelilingi pagar kayu.

Rumah yang ditetapkan pemerintah menjadi museum negara pada 1990 itu dikelilingi kompleks pertokoan. Tidak ada lagi rumah penduduk. Semua sudah berubah menjadi kawasan niaga di Alor Setar.

Maklum, rumah kelahiran Mahathir tepat berada di tengah kota. Sekitar 100 meter di sebelah utara rumah tersebut adalah pusat kota Alor Setar. Berdekatan dengan Masjid Zahir alias masjid agung Alor Setar.

Selain itu, kompleks museum tersebut berdampingan dengan kawasan Pekan Cina dan Pekan Melayu. Yakni, kawasan kompleks pecinan di Malaysia. Jaraknya cukup dekat.

Jalan kaki tidak sampai 5 menit. Hanya dipisahkan Sungai Kedah yang lebarnya tidak lebih dari 50 meter. Kabarnya, sungai itu dulu menjadi jalur perdagangan dengan menggunakan kapal.

’’Daerah ini menjadi pusat aktivitas masyarakat Kedah,’’ jelas Luthfiansyah Hidayatullah, warga setempat yang mendampingi Jawa Pos saat mengunjungi rumah tersebut, Sabtu (5/5).

Museum itu juga sangat dekat dengan Bandara Sultan Abdul Halim, Alor Setar. Perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi memakan waktu sekitar 20 menit.

Sayang, belum ada angkutan umum yang melewati kawasan itu. ’’Untuk mencapai rumah tersebut, harus menggunakan taksi atau kendaraan pribadi,’’ imbuh Luthfi.

Pintu masuk rumah kelahiran Mahathir berada di sisi barat dan timur. Yang khusus adalah sisi timur. Ada dua pagar bermotif kayu di pintu tersebut. Di bagian dalam pagar terdapat pos penjagaan berukuran 2 x 3 meter. Mirip dengan pos sekuriti di perumahan di Indonesia.

Sejak Agustus, pemerintah setempat merawat rumah tersebut. Karena itu, tidak ada pengunjung yang masuk ke rumah tersebut. ’’Yang ada hanya pekerja bangunan,’’ kata Rahmat Saleh, seorang tukang kebun di situ.

Memang, saat Jawa Pos masuk ke pekarangan area museum Rumah Kelahiran Dr Mahathir, tidak ada pengunjung sama sekali. Area yang luasnya hampir menyamai 3 kali lapangan tenis itu sepi. Hanya ada 10 orang yang riwa-riwi di lingkungan tersebut.

Museum Rumah Kelahiran Dr Mahathir cukup bersih. Di depan pintu masuk ada satu rumah panggung. Dinding kayunya berwarna cokelat. Bau cat masih menyengat.

Selain rumah, ada tiga wakaf atau pendapa di tempat tersebut. ’’Pendapa itu biasa digunakan pengunjung untuk beristirahat,’’ katanya.

Jalan di sekitar area museum juga bagus. Sebagian besar sudah di-paving block. Cukup bersih. Tak terlihat sampah. Rahmat menyatakan, petugas selalu berkeliling untuk memastikan lingkungan itu bersih.

Bangunan paling dekat dengan pintu gerbang bukanlah rumah inti. Luthfi yang sering mengunjungi museum tersebut menceritakan, rumah kelahiran Mahathir berada di belakang. ’’Rumah ini hanya ruang pameran,’’ katanya.

Untuk masuk ke rumah tersebut, harus melewati tangga. Sebab, itu memang rumah panggung. Tingginya tak lebih dari 2 meter.

Lantai teras rumah juga terbuat dari kayu. Warnanya juga cokelat sehingga memunculkan kesan alami. Di pintu masuk rumah terdapat tulisan ’’Sila tanggalkan kasut’’. Artinya, silakan melepas sandal. ’’Semua pengunjung wajib menaati aturan itu,’’ tegas Luthfi.

Sayang, rumah masih dalam tahap perawatan. Rahmat, penjaga museum, langsung mengingatkan Jawa Pos saat hendak melangkah masuk ke rumah itu.

Begitu pula saat Jawa Pos hendak mengambil gambar di dalam area rumah kelahiran Mahathir. Petugas tersebut melarang. Dia mempersilakan mengambil gambar dari luar. ’’Area ini ditutup. Anda boleh masuk untuk melihat, bukan mengambil foto,’’ ucap Rahmat yang juga penjaga museum.

Turun dari bangunan itu, Luthfi menunjukkan rumah masa kecil Mahathir. Lokasinya di belakang bangunan yang berdekatan dengan pintu masuk. Ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan bangunan sebelumnya.

Rumah itu juga masih ditutup. Modelnya sama persis dengan bangunan sebelumnya. Ada tiga pekerja yang sedang mengecat jendela. Mereka mengaku sudah lebih dari 6 bulan berada di tempat tersebut.

Targetnya, semua bagian dicat. Mulai rumah, pendapa, dan tempat salat. Awalnya, perawatan dijadwalkan selesai pada April 2018. Namun, banyak titik yang membutuhkan perawatan lebih. Karena itu, perawatan tersebut molor dari jadwal yang sudah ditetapkan.

Luthfi menyebut rumah itulah yang asli. Di dalamnya masih ada perabot rumah tangga. Ada foto masa kecil Mahathir dan keluarga. Dia lupa jumlah kamar di dalam rumah tersebut. ’’Seingat saya ada tiga kamar,’’ ucapnya.

Yang jelas, kata Luthfi, rumah itu di-setting seperti pada masa kecil Mahathir. Barang di dalam ada yang asli, ada pula yang replika.

Rumah kelahiran tersebut didedikasikan sebagai museum untuk mengenang masa kecil Mahathir. Di tempat itu, dia dibesarkan hingga menikah. Setelah itu, Mahathir pindah ke kawasan Titi Gajah. ’’Tapi, dia masih sering ke sini,’’ tutur Luthfi.

Pemerintah setempat berupaya mengenalkan destinasi itu ke masyarakat. Salah satunya mengajak sekolah-sekolah untuk mengunjungi lokasi tersebut. Kini, rumah itu mulai banyak dikunjungi orang asing. Terutama mereka yang ingin mengenang masa kejayaan Mahathir.

Harnida Binti Ali, salah seorang akademisi di Universitas Utara Malaysia, mengungkapkan, banyak orang yang ingin mengetahui jejak Mahathir. Museum rumah kelahiran yang berada di Alor Setar itu merupakan satu di antara sekian banyak jejak mantan perdana menteri tersebut. ’’Rumah itu juga menjadi tempat untuk belajar tentang masa kecil Mahathir,’’ ucapnya.

Setiap Sabtu, banyak orang yang mengunjungi rumah itu. Mereka pelajar dari berbagai negara bagian. Harnida menyatakan, pengunjung akan langsung tahu bagaimana masa kecil orang yang pernah memimpin Malaysia. ’’Mereka tahu latar belakang keluarga, kebiasaan di masa kecil, hingga dewasa,’’ jelasnya.

Pengalaman itu bisa menginspirasi pengunjung agar tetap bersemangat. Mereka mengerti bahwa Mahathir kecil mampu menorehkan sejarah dengan berbagai program yang membawa Malaysia dikenal dunia.

Namun, dalam momen Pilihan Raya Umum (PRU) alias pemilu ke-14, tidak aktivitas kepartaian yang mencolok di situ.

Meski Mahathir dilahirkan di tempat tersebut, tidak tampak satu pun gambar dia. Begitu juga dengan bendera politik. Sebab, rumah itu kini menjadi cagar budaya. ’’Tidak boleh menjadi alat untuk politik,’’ kata Rahmat. (*/c5/dos)