25 radar bogor

Unas Kembali Jadi Penentu Kelulusan

SERIUS: Para siswa saat mengikuti UNBK., ilustrasi

JAKARTA-Di balik berturut merosotnya rata-rata nilai ujian nasional (unas), tahun ini dan tahun lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan sejumlah evaluasi. Di antara opsi yang tengah dikaji adalah mengembalikan nilai unas sebagai salah satu penentu kelulusan siswa.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengakui, tidak dijadikannya nilai unas sebagai syarat kelulusan berdampak secara psikologis siswa. Di mana etos siswa untuk belajar menurun. “Salah satunya mungkin itu. Motivasi siswa, motivasinya tidak terlalu serius,” ujarnya di kompleks Istana Negara, Jakarta, kemarin (4/5).

Oleh karenanya, dia memastikan posisi unas yang tidak lagi jadi penentu kelulusan menjadi salah satu aspek yang dievaluasi. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu pun tak membantah soal peluang kembalinya nilai UN sebagai syarat kelulusan. “Itu kita evaluasi nanti. Bisa saja (jadi syarat),” imbuhnya.

Meski demikian, Muhadjir menuturkan, penurunan nilai UN tidak semata-mata karena itu. Menurut dia, ada juga penyebab lainnya. Yakni kualitas soal yang diubah jadi standar higher order thinking skills (HOTS) dan perubahan metode ujian dari kertas ke komputer.

Untuk perubahan ke komputer, kata Muhadjir, tahun ini perubahannya cukup signifikan. Di mana hampir 50 persen SMA/SMK baru memulai adaptasi tahun ini.
Terbukti, nilai sekolah yang mengalami penurunan adalah sekolah yang catatan integritasnya kurang baik dan memulai memakai UNBK. “Tapi untuk sekolah yang kemarin (tahun lalu) sudah gunakan UNBK kecenderungan naik (nilainya),” tuturnya.

Keputusan Kemendikbud mengkaji posisi nilai unas tersebut mendapat beragam respon. Guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab mengatakan memang sebaiknya nilai unas kembali menjadi bagian penentu kelulusan. ’’Berapapun porsinya atau bobotnya. Yang penting nilai unas ada kaitannya dengan penentu siswa lulus atau tidak lulus,’’ jelasnya.

Dengan demikian dalam menyambut unas, siswa memiliki usaha atau effort yang lebih besar. Dibandingkan dengan saat ini dimana nilai unas tidak memiliki kaitan dengan kelulusan. Ditambah lagi nilai unas juga tidak dijadikan pertimbangan dalam penentuan kelulusan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN).

Rochmat mengingatkan supaya Kemendikbud segera memu­tuskan kebijakan unas. Termasuk dalam menetapkan jadwal pelaksanaan unas tahun depan. Supaya siswa memiliki persiapan dan sekolah dapat merancang kalender akademik dengan baik.

’’Selama ini jadwal unas ditetapkan akhir tahun. Menunggu anggaran ditetapkan,’’ jelasnya. Dia menegaskan unas adalah agenda akademik, tanpa perlu menunggu kebijakan birokrasi anggaran negara.

Sekjen Federasi Guru Seluruh Indonesia (FGSI) Heru Purnomo menentang kajian pemerintah yang berpeluang menyimpulkan nilai unas jadi penentu kelulusan siswa. ”Kami FSGI dari dulu menetang pelaksanaan Unas. Baik sebagai syarat penentu jkelulusan maupun sebagai standarisasi,” ujarnya.

Dia menjelaskan jika sebelumnya FSGI menggugat pelaksanaan Unas di Mahkamah Agung dan menang. ”Jika dijadikan sebagai penentu kelulusan ya langkah mundur jauh,” imbuh Heru.

Lebih lanjut terkait menurun­nya nilai unas, Heru mengatakan jika permasalahan terbesar Unas di Indonesia adalah pendidikan yang tidak merata. Salah satunya adalah belum seluruh guru siap mengajarkan materi Unas yang berkonten higher order thinking skill (HOTS).

”Karena HOTS ada dalam kurikulum 13. Sedangkan di KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Red) belum ada,” tuturnya kemarin.(jp)