25 radar bogor

Nasib Tempat-Tempat Wisata dan Jalan di Mojokerto yang Diidentikkan dengan Bupati MKP

FOTO khudori/jprm DISINGKAT MKP: Kawasan wisata Air Panas Padusan di Pacet yang menjadi andalan Kabupaten Mojokerto.
Di saat Mustofa Kamal Pasa tersandung kasus korupsi, belum ada rencana mengubah nama berbagai tempat publik di Mojokerto yang menggunakan inisial sang bupati. Secara kaidah kebahasaan terkesan dipaksakan.
IMRON ARLADO, Mojokerto
Di lereng Welirang jalur itu berada. Dikepung hutan, menuju tempat wisata pemandian air panas yang berada di punggung gunung setinggi 3.156 kilometer tersebut.
Agak ”tersembunyi” sebenarnya. Tapi, kasus dugaan korupsi yang membelit Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) akhirnya turut menyeret jalan itu ke permukaan.
Sebab, di jalur sepanjang 4,6 kilometer yang diresmikan pada 2015 itu melekat nama sang bupati. Jalan Mustofa Kamal Pasa. Yang dibangun dengan dana Rp14,1 miliar. Yang kini diminta kalangan dewan setempat untuk diubah.
’’Harus dikaji ulang. Klausulnya sangat jelas,’’ kata Kusairin, ketua Komisi I DPRD Kabupaten Mojokerto, kepada Jawa Pos Radar Mojokerto (Grup Radar Bogor).
MKP ditahan pada Senin (30/4), setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dua perkara. Yakni, dugaan suap pembangunan menara telekomunikasi atau base transceiver station (BTS) dan penerimaan gratifikasi.
Persoalannya, di seantero Kabupaten Mojokerto, bukan cuma jalan itu yang ”dipaksakan” untuk identik dengan MKP. Wana Wisata Air Panas, yang dihubungkan dengan Jalan MKP itu, pada 2016 juga resmi berubah jadi Mojokerto Kawasan Pariwisata.
Masih di lereng Gunung Welirang, nama MKP juga disematkan untuk proyek Mojo Kembangsore Park (MKP). Itu di belahan selatan kabupaten yang terletak sekitar satu jam perjalanan darat dari Surabaya, ibu kota Jawa Timur tersebut.
Nun di utara sana, di tepian Sungai Brantas, juga ada Mojokerto Kawasan Pariwisata Brantas. Nama itu menggantikan nama lama area wisata air di Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, tersebut: Sarana Olahraga Brantas.
Sebenarnya protes terhadap nama-nama itu sudah terdengar lama. Dalam kasus Jalan MKP, misalnya, Kusairin mengenang, mayoritas anggota dewan menentang. Itulah yang membuat rapat pembahasan raperda pedoman penamaan jalan dan fasilitas umum pada Oktober 2016 berlangsung sengit.
Dewan khawatir, nama tokoh itu tercoreng dan tak layak lagi diabadikan sebagai nama jalan. ’’Kalau hanya mendasar pada nama tokoh, tidak masalah. Tapi, kalau masih hidup, saat itu saya takut ada apa-apa di kemudian hari,’’ imbuh Kusairin, anggota dewan yang termasuk paling getol memprotes.
Namun, eksekutif beralasan, tak ada aturan yang melarang. Akhirnya dewan mengalah. Tapi, dengan syarat: terdapat klausul yang mencantumkan adanya penghapusan nama jalan jika di kemudian hari tokoh tersebut memiliki cacat sosial. Atau, namanya sudah tak lagi harum di mata masyarakat.
Nama MKP untuk jalan penghubung kawasan Claket, desa di antara Pacet dan Trawas, ke wana wisata itu diusulkan Zainal Abidin. Ketika jalan itu diresmikan pada 2015, dia menjabat kepala dinas PU bina marga (kini PUPR). Zainal itulah yang juga ditetapkan sebagai tersangka bersama MKP oleh KPK dalam kasus gratifikasi.
Untuk MKP Brantas, bermula dari kegemaran bupati yang kembali terpilih pada pilkada 2015 itu bermain jet ski. Kendaraan mahal yang kini sudah disita KPK.
MKP rutin bermain jet ski tiap Sabtu-Minggu. Dia selalu memboyong pejabat dan sejumlah pegawai. ’’Kita harus memanfaatkan lokasi ini menjadi wisata. Saya akan serius,’’ katanya pada 2013.(*/c10/ttg)