25 radar bogor

2.941 Siswa di Sukmakmur Putus Sekolah

MEMBANGGAKAN Brigadir, Buana Adi Putra saat mengabadikan aktifitasnya kedalam sebuah video bersama anak-anak

BOGOR–RADAR BOGOR,Angka putus sekolah di Kecamatan Sukamakmur menyedot perhatian. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Amin Sugandi bahkan menilai wilayah tersebut masuk kategori wilayah rata-rata lama sekolah (RLS) rendah.

”Itu menjadi perhatian Bogor Timur, secara umumnya di Kecamatan Suka­makmur, harus diangkat RLS-nya. Karena salah satu yang terendah,” ujar Amin. Putus sekolah, kata dia, sebenarnya tidak boleh terjadi. Sebab program dari Pemkab Bogor sudah gratis dari SD sampai SMP.

Amin mengaku, baru mendapat informasi soal satu kampung yang putus sekolah. Meski pada keseluruhan se-Kecamatan Sukamakmur sudah diketahuinya. ”Kalau saya tahunya secara umum, Kecamatan Sukamakmur memang RLS-nya rendah,” katanya lagi.

Dengan rendahnya RLS di Kecamatan Sukamakmur ini, artinya, sambung Amin, program dan penanganan di desa tersebut untuk mengangkat anak-anak yang akan sekolah belum sampai.

”Pemkab Bogor melalui pak camat, disdik melalui penga­wasnya, dan juga para pihak harus menyampaikan itu (penye­babnya). Apakah terkendala karena jarak terlalu jauh, harus ada pemetaannya, turun ke lapangan. Kita ingin tahu alasan-alasannya,” jelasnya.

Amin menambahkan, peningkatan RLS menjadi salah satu hal yang ditekankan pihaknya saat LKPJ Bupati belum lama ini. ”Ini kan salah satu faktor juga, keterkaitan dengan masyarakat miskin. Maka, saya bilang ini harus melibatkan BPS, artinya by name by address-nya jelas,” jelasnya.

Tidak menutup kemungkinan, menurut Amin, tidak tersam­paikannya program sekolah gratis karena data by name by address anak-anak putus sekolah tidak jelas. Semua pihak seperti BPS, dinsos, disdik, termasuk Bappedalitbang, kata dia, harus duduk bareng mencari solusi.

“Bagaimana solusinya, apakah harus ada sekolah didekatkan ke wilayah itu, atau karena infrastruktur, atau memang kemampuan orang di sana yang kurang,” tuturnya.

Dia menambahkan, secara keseluruhan memang RLS Kabupaten Bogor tercapai, tetapi masih ada yang ketinggalan jauh, salah satunya Kecamatan Sukamakmur. ”Awalnya harus meng-upgrade data anak putus sekolah, by name by address,” ujar dia.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam mengatakan, anak-anak di Kampung Mulyasari, Desa Sukamulya, sekolah dengan menginduk ke SDN Sukamulya 2. ”Memang ada penanganan, sudah berjalan,” katanya.

Luthfie menjelaskan, pada 2016, jumlah anak putus sekolah tercatat 3.941 siswa SD, SMP, dan SMA. Angka itu diturunkan pada 2017 menjadi sekitar 1.000 siswa putus sekolah.

Ini artinya, kata Luthfie, jumlah anak putus sekolah di Bumi Tegar Beriman tersisa 2.941 siswa. Menurutnya, sederet upaya menekan angka putus sekolah telah dilakukan, semisal meningkatkan aksesibilitas menuju sekolah, ditambah pendidikan kelas jauh, kelas terbuka, dan kelas satu atap.

”Tapi, pendidikan formal semacam itu tetap tidak bisa menutup lubang-lubang tersisa yang sebagiannya telah berhasil ditutup lewat program Kartu Indonesia Pintar (KIP),” terangnya.

Maka, lanjut Luthfie, disdik membentuk pendidikan non-formal melalui 46 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang tersebar di 40 kecamatan. Tujuannya, menjaring peserta untuk mengikuti program kejar paket A, B, dan C.

”Oke sekarang ada KIP. Tapi, masih ada saja lubang yang tertinggal dan itu kami tutupi dengan pendidikan non-formal,” kata dia.

Menurut Luthfie, Kabupaten Bogor memiliki keunikan tersendiri. Luas wilayah yang demikian besar dan jumlah penduduk yang banyak, turut menjadi faktor tingginya anak putus sekolah. Belum lagi, ditambah kekuatan ekonomi keluarga juga menjadi kendala.

”Makanya, yang kami kejar aksesibilitasnya. Sudah mah keluarganya susah, sekolah pun jauh. Masalah ekonomi di sini bukan karena biaya sekolah. Tapi, untuk transportasinya,” ungkap Luthfie.

Selain itu, disdik juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menekan angka putus sekolah ini. ”Kami lakukan kerja sama dengan tokoh masyarakat, MUI, serta pesantren sebagai upaya menanggulangi putus sekolah,” pungkasnya.(wil/c)