BOGOR–RADAR BOGOR,Sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar, menjadi ironi ketika petani swadaya kelapa sawit di Indonesia justru minim perhatian. Untuk itu, Sawit Watch, CAPPA, Yayasan Setara Jambi berdialog langsung dengan para petani di Hotel Amaris Pajajaran, Kecamatan Bogor Tengah, Kamis (26/4).
Salah satu pemateri dari Yayasan Setara Jambi, Rukaiyah Rafik menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara penghasil utama minyak kelapa sawit global, selain negara Malaysia. Dua negara ini memasok 80 persen kebutuhan minyak kelapa sawit memberikan kontribusi sangat penting bagi produk domestik bruto (PDB) Nasional. Tahun 2016 sektor perkebunan menyumbang PDB nasional sebesar Rp 426 triliun, minyak kelapa sawit.
“Praktik ekonomi minyak kelapa sawit tidak hanya digerakkan aktor konglomerat kaya, tetapi juga melibatkan petani-petani kecil, bahkan petani swadaya yang bekerja di sektor hulu rantai bisnis kelapa sawit. Sekitar 37 – 42 persen perkebunan kelapa sawit dikelola petani,” ucapnya saat berdialog.
Di Indonesia sendiri menurutnya, perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani yakni mencapai lebih dari 50% total luas perkebunan yang ada. Namun sayang, peran petani terutama petani swadaya kelapa sawit belum dipandang penting, mereka masih dianggap faktor komplementer dalam rantai bisnis kelapa sawit.
“Di Provinsi Jambi luas perkebunan kelapa sawit yang dikelola petani swadaya mencapai 662,846 hektar dari 1,1 juta hektar total luas perkebunan kelapa sawit. Dari jumlah petani swadaya kelapa sawit di provinsi mencapai sekitar 125 ribu Kepala keluarga. Tampilan fakta kualitas tersebut menunjukkan peran vital petani swadaya kelapa sawit,” paparnya.
Pihaknya sempat mengadakan studi tentang kondisi petani swadaya perkebunan kelapa sawit di 24 desa di 3 kabupaten provinsi Jambi studi dilaksanakan selama 12 bulan, meliputi pengambilan data, pengolahan data, verivikasi data dan finalisasi akhir.
Dari studi tersebut ditemukan fakta terdapat kebun-kebun kelapa sawit petani swadaya berada dalam kawasan hutan, jumlahnya signifikan. Luas mencapai 8,495 hektar dengan jumlah petani yang mengerjakannya sekitar 1,385 Kepala Keluarga (KK). Dalam konteks regulasi kehutanan. “Maka para petani ini mengalami kerentanan, karena kelapa sawit tidak diperbolehkan ditanam dalam kawasan hutan dan di pandang pengusaha kawasan hutan tampa izin dari pemerintah,” bebernya.
Dengan temuan ini, dilakukan konsultasi bersama para petani untuk menemukan jalan keluar, dari putaran diskusi disepakati untuk mempergunakan kebijakan pertanahan negara melalui skema Reforma Agraria (RA) dan Perhutanan Sosial (PS).
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Umi Syamsiatun dari CAPPA, Inda Fatinaware dari Sawit Watch, serta para petani kelapa sawit, Maralohot Lubis dan Joko Suyono.(fik/c)