JAKARTA–RADAR BOGOR,Sejumlah insentif perpajakan yang ditawarkan tahun ini diproyeksi tidak terlalu mengganggu penerimaan pajak. Yang teranyar, misalnya, pembaruan regulasi tax holiday (pembebasan pajak), percepatan restitusi, serta rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final UKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen.
Dirjen Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, berdasar hitungan sementara, kebijakan percepatan restitusi bakal menambah pengembalian pajak sekitar Rp 5 triliun–Rp 10 triliun. Kemudian, dari penurunan tarif PPh final UKM, setidaknya ada potential loss sekitar Rp2,5 triliun.
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal menyatakan, potential loss untuk keduanya relatif kecil.
’’Kalau soal insentif, pastilah ada hitungannya. Tapi kecil lah. Relatif tidak terlalu besar terhadap keseluruhan total setoran dan penerimaan pajak,’’ kata Yon.
Sementara itu, untuk insentif tax holiday, Yon mengaku bahwa pihaknya belum bisa menghitung potensi penerimaan yang hilang dari kebijakan tersebut. Sebab, kebijakan tax holiday diberikan kepada perusahaan-perusahaan perintis yang baru saja mendirikan perusahaan.
’’Jadi, tidak fair juga kalau kita hitung berapa potensinya karena barangnya saja belum masuk,’’ ujarnya.
Menurut Yon, lebih mudah menghitung potential loss dari kebijakan yang sudah ada seperti rencana kebijakan pemangkasan PPh final tarif UKM. ’’Kalau untuk UKM itu kan existing, regulation-nya ada. Sekarang kita turunkan. Itu lebih gampang untuk menghitung potential gain dan potential loss-nya,’’ katanya.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, keputusan pemerintah memperbanyak insentif tersebut tidak menjadi masalah asalkan semuanya termasuk dampak jangka panjang dan sudah diukur secara detail.
’’Insentif pajak kan sebenarnya investasi pemerintah untuk penerimaan di masa mendatang. Jadi, pengorbanan di masa kini untuk mendapatkan sesuatu di masa mendatang,’’ ujarnya.(ken/c19/sof)