25 radar bogor

FGD Menuju Pilkada Damai Kota Bogor

FKDM FOR RADAR BOGOR SOROTI PILKADA: Para pengurus FKDM foto bersama Plt Wali Kota Bogor Usmar Hariman saat audiensi di Balaikota.

Beberapa bulan lagi, Bogor akan melaksanakan pilkada serentak. Pelaksanaan yang melibatkan 115 kabupaten dan 39 kota di 17 provinsi ini diperkirakan akan menelan dana hingga Rp11,3 triliun. Angka tersebut melampaui pilkada serentak gelombang sebelumnya di 101 daerah dengan biaya sebesar Rp7 triliun.

Beberapa persoalan terkait hal itu akan dibedah Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) dalam Forum Group Discussion (FGD) di Pusat Pengembangan Islam Bogor (PPIB) hari ini (24/4). Ketua FKDM Kota Bogor, Ahmad Chotib Malik menjelaskan, pengalaman sebelumnya, tantangan besar saat pelaksanaan pilkada ialah kecurangan yang hampir sama jenis dan faktor kecurangan setiap penyelenggaraan pilkada.

“Misalnya masalah DPT, mark-up atau penggelembungan jumlah pemilih.

Hal ini disebabkan lemahnya akurasi data yang dimiliki lembaga/instansi terkait,” ujarnya.

Maka itu, pertambahan DPT yang tidak normal di suatu daerah menjadi perhatian agar tidak terjadi kecurangan. Modus kecurangan lain yang juga selalu berulang, yakni pemanfaatan formulir C6 yang tidak disebar. Ini menyebabkan munculnya ghost voters dan identitas ganda.

Mengintimidasi atau melakukan teror terhadap pemilih dengan menggunakan fisik dan psikis. Terakhir ialah politik uang untuk memastikan kemenangan. Semua jenis kecurangan ini bisa merusak tananan sosial dan demokrasi kita yang sedang dalam proses pendewasaan.

Kemudian, dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pilkada 2018 memang perlu dilakukan beberapa langkah perbaikan. Seperti penguatan aspek regulasi yang berkaitan dengan pembiayaan, pengelolaan data pemilih, pencalonan, kampanye, dana kampanye, pemungutan dan perhitungan suara serta rekapitulasi suara.

Chotib mengatakan, spirit idealisme demokrasi dan identitas reformasi mesti menjadi nilai penting yang harus diperjuangkan dalam setiap momentum pilkada.

“Artinya, pilkada atau proses (tahapan) yang menyertainya harus bisa berdampak pada penguatan civil society sehingga kekuatan kontrol sosial luas bisa mengakses dan bebas kekuasaan yang ada,” terangnya.

Dalam konteks era reformasi ini, memang masyarakat telah menjadi penentu mutlak dalam melahirkan kepemimpinan lokal. Sistem ini diyakini bisa membentuk demokrasi yang kuat (strong democracy) dan memunculkan pemimpin eksekutif di aras lokal yang legitimate, representatif, dan responsif terhadap realitas lokal dalam bingkai NKRI.

Becermin pada proses pilkada sebelumnya, Pilkada serentak 2018 relatif lebih baik. Di samping telah mengalami perbaikan dalam hal regulasi, penyelenggara yang lebih profesional, ditambah masyarakat sudah menunjuk­kan kualitas kesadaran yang jauh lebih tinggi.

Dalam kondisi seperti ini, maka seyogianya pesta demokrasi Pilkada 2018 pantas untuk kita jaga sehingga menjadi pesta demokrasi pilkada yang damai dan tentunya berkualitas.(fik/c)