25 radar bogor

Kiprah Hj Dewi Puspasari, Executive Director ISRSF

Perempuan yang selalu aktif dan energik ini, merintis karier cukup lama di perusahaan multinasional. Terhitung 17 tahun ia menggeluti dunia ritel, minyak dan gas serta embassy. Penga­lamannya berinteraksi dan menjalin relasi dengan berbagai kalangan, menempanya menjadi seorang pembelajar. “Saya jadi banyak belajar juga tentang kemampuan mengelola dan mengembangkan bisnis,” katanya kepada Radar Bogor, kemarin.

Karier perempuan kelahiran Bogor, 13 November 1974 ini pun tergolong cukup mumpuni. Sebelum menjabat sebagai executive director ISRSF (Indonesian Scholarship & Research Support Foundation), perempuan yang akrab dipanggil Sari ini mengha­biskan waktunya di perusahaan swasta.

“Dalam perjalanan hidup dan karier, saya sampai pada satu pertanyaan kepada diri sendiri, apakah tujuan dan keba­hagiaan hidup saya? Jawabannya terasa klise, tetapi memang begitu adanya. Saya harus dapat memberikan manfaat bagi orang lain,” bebernya.

Hal itulah yang menjadi titik balik hidupnya. Minat dan arah kariernya berbelok ke bidang pendidikan sejak 2012, saat bergabung dengan ISRSF. Lembaga ini merupakan yayasan beasiswa yang didirikan oleh sejumlah akademisi dan pemerhati pendidikan di Indonesia dan USA.

AKTIF: Dewi Puspasari bersama rekan-rekan seprofesinya dalam salah satu kesempatan.

Yayasan Beasiswa dan Dukungan Penelitian Indonesia ini, bersama Program Arryman Fellows & Scholarship, memberikan beasiswa penuh selama tujuh tahun kepada maha­siswa Indonesia untuk melanjutkan pendidikan doktoral di Amerika. “Diharap­kan, generasi ini akan membaktikan ilmu dan pemikiran mereka untuk Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang,” katanya.

Kini, tak hanya di yayasan tersebut, ibu empat anak ini juga dikenal aktif dalam kegiatan pendidikan dan pemberdayaan perempuan di Kota Bogor. Saat ini, ia aktif sebagai Humas Komite SMP Negeri 1 Bogor. Anggota Purna Paskibraka Indonesia Tahun 90 ini juga dipercaya menjadi Humas di BWC Bogor Womens Club, salah satu organisasi perempuan Bogor yang berdiri pada 2015.

Berpikir Positif

Jargon ‘sekolah gratis,’ isu pungli, dan menurunnya kepedulian sebagian masyarakat (baca: orang tua) terhadap pendidikan, membuat beberapa sekolah negeri unggulan terseok untuk menjalankan kegiatannya. Hal ini lagi-lagi mengusik pemikiran wanita Jawa ini.

Ia percaya bahwasanya keberhasilan program sekolah didukung oleh beberapa aspek, antara lain kepercayaan, dukungan dan bantuan masyarakat, perusahaan serta pemerintah. “Salah satu mimpi saya adalah sekolah negeri unggulan mempunyai kualitas yang setara dengan sekolah bertaraf internasional, baik dari sisi guru maupun fasilitasnya,” katanya.

Dan, hal itu bisa dibangun antara lain dengan menggandeng dukungan masyarakat dan perusahaan swasta, imbuhnya.

Tak terkecuali, dukungan keluarga yang juga tak lepas tangan dalam menanamkan konsep pendidikan pada putra-putrinya. Terutama kaum ibu yang harus cerdas mendidik anak. Hal ini berdasar pengalamannya sendiri menerima pertanyaan-pertanyaan kritis dari keempat buah hatinya.

Hasil pengamatannya terhadap perkembangan anak zaman now membuatnya kembali bertanya, apakah semua ibu mampu menjawab pertanyaan dari putra/putri mereka.

“Seorang ibu adalah pendidik pertama bagi putra/putrinya, hal itu yang memotivasi saya untuk bergabung dalam Bogor Womens Club, yang mempunyai visi dan misi untuk mengembangkan kemampuan dan kepercayaan diri wanita sebagai aset negara untuk dapat menciptakan generasi,” tuturnya.

Kiprahnya di berbagai kegiatan itu, juga tak lepas dari tekadnya untuk ikut mengedukasi masyarakat. Karena itu, ikhlas dan berpikir positif selalu menjadi pedoman wanita aktif ini. “Alhamdulillah, aktivitas yang saya jalani dapat berjalan bersama, karena mempunyai satu benang merah, yaitu pendidikan,” tegasnya.(*)