Padahal puncak musim penghujan telah berlalu. Yakni antara medio Februari hingga akhir Maret. Tapi, curah hujan tetap berlangsung dalam intensitas ringan hingga tinggi di awal musim kemarau.
Hal itu disebabkan adanya Non Zona Musim atau Non Zom. Merupakan sebutan bagi wilayah atau daerah yang pola hujan rata-ratanya tidak memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dengan penghujan.
Kasklim BMKG Bogor Budi Suhardi mengungkapkan, ciri-ciri utama wilayah Non Zom tidak memiliki masa musim yang jelas. Sementara suatu wilayah yang ada perbedaan antara awal musim kemarau dan awal musim hujan disebut Zom. ”Bogor ini termasuk kawasan Non Zom yang tidak jelas kapan awal musim hujan dan kemarau,” ujarnya kepada Radar Bogor.
Saat ditanya terkait efek dari Non Zom, Budi menjawab terdapat beberapa keuntungan wilayah yang termasuk dalam kategori Non Zom. ”Untuk wilayah yang curah hujannya banyak seperti Bogor, itu sangat menguntungkan untuk pertanian tipe sawah tadah hujan. Sehingga pengairan di wilayah Non Zom tidak terlalu repot mengandalkan irigasi. Efek buruknya sendiri saya rasa tidak ada. Hanya ketidakjelasan saja untuk awal musim dan akhir musim kemarau dan hujan,” kata dia.
Ciri-ciri lainnya, masih kata Budi, wilayah Non Zom memiliki rata-rata curah hujan tahunan cukup tinggi. Sekitar 150 mm per tahun. Bahkan saat musim hujan, untuk curah hujan dalam persepuluh hari (dasarian) lebih dari 50 milimeter. Sementara untuk awal musim kemaraunya, ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu dasarian kurang dari 50 mm.
Adapun ciri-ciri lain dari wilayah Non Zom, masih kata Budi, biasanya diapit oleh pegunungan. Bogor sendiri dikelilingi oleh tiga gunung besar seperti Gunung Gede, Gunung Salak, Gunung Pangrango. Ditambah bebukitan yang cukup panjang. Itu yang membuat struktur curah hujan Bogor cukup tinggi, sehingga masyarakat menyebutnya kota hujan.
Menanggapi timbulnya bencana pascahujan, beberapa pemerintah kecamatan di wilayah barat telah siap siaga untuk mengantisipasinya.
Camat Cigudeg, Acep Sajidin mengaku telah mengetahui kondisi beberapa infrastruktur yang rusak diterjang hujan, longsor, maupun banjir. ”Kami terus amati kondisi alam dan wilayah. Saya juga cukup prihatin dengan musibah di Kecamatan Jasinga, kemudian longsor di Nanggung, juga kerusakan di sejumlah wilayah. Semoga musibah ini segera berlalu,” ujar Acep di ruang kerjanya.
Saat ditanya terkait kerusakan infrastruktur di wilayah Cigudeg, Acep menjawab belum mendapatkan laporan dari masyarakat terkait adanya bencana di wilayahnya. Namun begitu, pihak muspika terus melakukan piket siaga 24 jam secara rutin.(cr3/d)