CIBINONG–RADAR BOGOR,Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor mencatat, hingga saat ini terdapat 816 perumahan, ditambah 319 cluster yang tersebar di sejumlah wilayah. Namun, baru 126 di antaranya yang menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum).
Pada 2017 saja, hanya 23 fasos fasum yang telah serah terima. Dan di tahun ini, DPKPP menargetkan 28 fasos fasum bisa diserahkan, yang kini masih dalam proses verifikasi.
Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) pada DPKPP Kabupaten Bogor, Asep Sulaeman menuturkan, melihat jumlah pengembang yang baru menyerahkan fasos fasum, tingkat ketaatan terbilang masih kurang. ”Makanya perlu perjuangan. Sebenarnya 23 fasos fasum di tahun lalu sudah cukup bagus,” ujarnya kepada Radar Bogor.
Asep melanjutkan, persoalan di lapangan yang sering ditemui yakni kesulitan melacak pengembang yang sudah membangun, dan produk jualannya laku, tapi kabur tanpa menyelesaikan kewajibannya.
”Biasanya yang sudah nakal tidak akan berani mengajukan lagi. Ke depan kami mencoba membuat aturan, dibuat suatu SOP. Tim akan dibentuk, tentunya dengan SKPD terkait. Jadi, mereka tidak bisa seenaknya kabur. Ujung-ujungnya jangan sampai masyarakat dirugikan, dan Pemkab Bogor tidak mendapatkan haknya,” urai Asep.
Lebih lanjut Asep menjelaskan, secara administrasi pihaknya telah menyampaikan imbauan secara surat-menyurat ke pengembang yang masih belum menyerahkan fasos fasumnya. Respons positif diperoleh dari pengembang yang masih eksis, tapi lain soal dengan pengembang yang sudah tidak lagi eksis.
”Untuk mendeteksi fasos fasum yang belum diserahkan, sudah dilakukan sejak 2017,” katanya.
Terlebih, sambung Asep, untuk PSU sudah diatur dalam Permendagri 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Sarana, Prasarana, Utilitas, Perumahan dan Permukiman di Daerah. Juga sudah ditetapkan lewat Perda 7 Tahun 2012, tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman yang di dalamnya mengatur tentang pengelolaan fasos fasum perumahan.
Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Kukuh Sri Widodo menyebut tidak mungkin seluruh fasos fasum menjadi milik Pemkab Bogor. Karena banyak yang lebih penting ketimbang mengurusi fasos fasum dari perumahan.
“Kalau jalan diserahkan semua, bangkrut pemda. Yang diserahkan itu yang utama pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, itu yang segera,” tuturnya.
Namun, sambung Kukuh, Pemkab Bogor tetap berkewajiban menagih fasos fasum dari pengembang, karena masyarakat dirugikan.
“Kalau jalan itu masuk desa, kabupaten, berarti jalan desa kan ada bantuan keuangan desa. Tapi bagi pengembang tetap harus menyerahkan fasos fasum,” tukas politisi Gerindra ini. (wil/c)