25 radar bogor

28 Fasos Fasum Belum Diserahkan

ILUSTRASI: Fasilitas umum (fasum) di salah satu perumahan berupa jalan lingkungan (jaling) wajib dikelola pemerintah daerah untuk masyarakat.

CIBINONG–RADAR BOGOR,Dinas Peru­ma­han Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Ka­bupaten Bogor mencatat, hing­ga saat ini terdapat 816 pe­ru­mahan, ditambah 319 cluster yang tersebar di sejum­lah wi­layah. Namun, baru 126 di ­an­­­ta­­­ranya yang menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum).

Pada 2017 saja, hanya 23 fa­sos fasum yang telah serah terima. Dan di tahun ini, DPKPP menargetkan 28 fasos fasum bisa diserahkan, yang kini ma­sih dalam proses verifikasi.

Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) pada DPKPP Kabupaten Bogor, Asep Sulaeman menuturkan, meli­hat jumlah pengembang yang baru menyerahkan fasos fa­sum, tingkat ketaatan terbi­lang ma­s­ih kurang. ”Makanya per­lu perjuangan. Sebenarnya 23 fasos fasum di tahun lalu su­dah cukup bagus,” ujarnya ke­pada Radar Bogor.

Asep melanjutkan, persoalan di lapangan yang sering ditemui yakni kesulitan melacak pe­ngembang yang sudah mem­bangun, dan produk jualannya laku, tapi kabur tanpa menye­lesaikan kewajibannya.

”Biasanya yang sudah nakal tidak akan berani mengajukan lagi. Ke depan kami mencoba membuat aturan, dibuat suatu SOP. Tim akan dibentuk, tentunya dengan SKPD terkait. Jadi, mereka tidak bisa se­enaknya kabur. Ujung-ujungnya jangan sampai masyarakat dirugikan, dan Pemkab Bogor tidak menda­patkan haknya,” urai Asep.

Lebih lanjut Asep menje­laskan, secara administrasi pihaknya telah menyampaikan imbauan secara surat-menyurat ke pe­ngembang yang masih belum menyerahkan fasos fasumnya. Respons positif diperoleh dari pengembang yang masih eksis, tapi lain soal dengan pengem­bang yang sudah tidak lagi eksis.

”Untuk mendeteksi fasos fasum yang belum diserahkan, sudah dilakukan sejak 2017,” katanya.

Terlebih, sambung Asep, untuk PSU sudah diatur dalam Permendagri 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Sarana, Prasarana, Utilitas, Perumahan dan Permukiman di Daerah. Juga sudah ditetap­kan lewat Perda 7 Tahun 2012, tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permu­kiman yang di dalamnya me­ngatur tentang pengelolaan fasos fasum perumahan.

Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Kukuh Sri Widodo menyebut tidak mungkin seluruh fasos fasum menjadi milik Pemkab Bogor. Karena banyak yang lebih pen­ting ketimbang mengurusi fa­s­os fasum dari perumahan.

“Kalau jalan diserahkan se­­mua, bangkrut pemda. Yang di­se­rah­kan itu yang utama pendidi­­kan, kesehatan, sarana ibadah, itu yang segera,” tuturnya.

Namun, sambung Kukuh, Pemkab Bogor tetap berkewa­jiban menagih fasos fasum dari pengembang, karena masyara­kat dirugikan.

“Kalau jalan itu masuk desa, kabupaten, berarti jalan desa kan ada ban­tuan keuangan desa. Tapi bagi pengembang tetap harus me­nyerahkan fasos fasum,” tukas politisi Gerindra ini. (wil/c)