25 radar bogor

Kerja Otak atau Intuisi agar Sukses Bisnis?

Beberapa hari seorang relasi bertanya begini: “Benarkah para CEO perusahaan-perusahan yang terus berkembang, baik dalam ekspansi dan diversifikasi usahanya, lebih mengandalkan intuisi ketimbang rasionalitasnya?”

Jawaban saya: Ada benarnya. Namun intuisi tersebut sudah diasah secara sungguh-sungguh bertahun-tahun dan diandalkan setelah para CEO tersebut mempelajari data tentang perubahan perilaku pelanggan, membaca situasi ekonomi, plus tukar pikiran dengan konsultan atau coach.

Intinya, dalam setiap eksekusi menjalankan organisasi, sangat disarankan bertindak seimbang. Menggunakan nalar dan mengandalkan gerak hati, sebagian orang menyebutnya intuisi – ini beda dengan feeling atau dorongan sesaat.

Kalkulasi berdasarkan data dan analisa dinamika pasar tetap sangat penting. Hanya, saat eksekusi perlu diimbangi dengan intuisi. Lazimnya, intuisi atau gerak hati para pemimpin atau pengelola organisasi dapat diandalkan karena mereka sudah menjalani hidup berdasarkan keimanan kepada Tuhan, omongan dan tindakannya selaras, bersih dari kemunafikan.

Sebaliknya, jika para pengelola usaha hidupnya tanpa dilandasi keimanan kepada Allah SWT, yang sering terjadi adalah kisruh, bisnisnya sering bermasalah.

Penegasan pentingnya keseimbangan dalam hidup dapat kita pelajari dari riwayat Nabi Musa yang dikenal sangat pintar, mendapatkan perintah Tuhan bertemu Nabi Khidr yang memiliki pengetahuan lebih canggih (QS 18: 60 – 82).

Ada tiga ujian kesabaran yang dihadapi Musa.

Pert­ama, Khidr melubangi perahu yang mereka naiki. Musa mempertanyakan itu.

Kedua, Khidr membunuh seorang anak yang masih belia, Musa memprotes, karena dianggapnya itu tidak berperikemanusiaan.

Ke­tiga, ketika mereka tiba di suatu kota, Khidr mengajak Musa membantu menegakkan kembali dinding yang hampir roboh di sebuah rumah milik dua anak yatim tanpa bayaran apa pun, sementara warga kota itu tidak juga menjamu mereka. Musa keberatan, kerja kok tidak minta ongkos.

Atas perilaku Musa yang tiga kali telah tidak sabar dan menonjolkan rasionalitasnya itu, Khidr memutuskan berpisah. Ia menjelaskan kepada Musa, ketiga tinda­kan­­nya itu bukan kemauan dirinya, tapi perintah Tuhan.

Kata Khidr, “perahu milik nelayan itu aku bikin bocor supaya tidak diambil oleh penguasa di sana yang suka merampas setiap perahu bagus. Anak belia itu bakal membahayakan orang tuanya, mengajak sesat, maka perlu dihentikan. Di bawah dinding yang hampir roboh tersebut ada harta milik orang tua kedua anak yatim. Orang tua mereka soleh dan simpanan itu dapat mereka manfaatkan nanti.”

Perjalanan Musa, pribadi yang sangat rasional, menemui orang yang lebih pintar darinya, Khidr, yang bertindak berdasarkan ilmu laduni (langsung dari Tuhan) di wilayah “tempat bertemunya dua lautan”, dalam tradisi Islam oleh sebagian ulama ditafsirkan seba­­gai pentingnya menyeimbangkan syariat dan ma’rifat.

Terkait urusan bisnis, keseimbangan rasio dan keimanan juga penting saat membuat business plan. Kerja otak dan kejernihan hati, “rasa”, ternyata menentukan keberhasilannya.

Business plan tradisional biasanya sangat head-centered, penuh data statistik, dan segala yang rasional lainnya. Pola ini umumnya tidak membuahkan hasil.

Business plan yang terbukti efektif, terutama dalam menghadapi dinamika abad 21, memerlukan keseimbangan hasil kerja yang sangat rasional dan kekayaan hati, melibatkan keyakinan, nilai-nilai, yang diperjuangkan bersama oleh tim dan pemimpin mereka – berdasarkan keimanan kepada Allah SWT.

(www.nextstageconsulting.co.id,
untuk konsultasi silakan kontak 085280538449)