25 radar bogor

International Colleges of Surgeon Bawa Harapan Baru

DWI WAHYUNINGSIH/JAWA POS PROSES CEPAT: Prof Wang Shih Hsien (dua dari kiri) mengajarkan penggunaan plastibell dan diabadikan Prof Paul (kiri).

Kehadiran tim International Colleges of Surgeons di Maluku selama lima hari (4–8/4) meninggalkan banyak kisah. Tidak hanya bagi pasien yang mendapatkan bantuan pengobatan, tetapi juga bagi para profesor yang datang dari berbagai negara. Meski ada kendala bahasa, tenaga kesehatan yang dilatih cepat belajar.

DWI WAHYUNINGSIH

KEDATANGAN tim International Colleges of Surgeons (ICS) di Kota Ambon membawa angin segar. Khususnya bagi pasien di RSUD dr M Haulussy. Misalnya, pasien dengan hemodialisis (cuci darah). Pada Kamis (5/4) atau hari kedua tim di Ambon, mereka tidak sabar menjalani Cimino shunt, pembuatan akses di pembuluh darah untuk pasien hemodialisis.

’’Ada 15 pasien, katanya, yang dilakukan tindakan. Tapi, nanti kami lihat waktunya juga, cukup atau tidak,’’ kata Prof Dr dr Paul Tahalele SpBTKV(K), president ICS Indonesia Section. Memang, tindakan operasi itu baru dimulai sekitar pukul 11.00 WIT. Persiapan cukup memakan waktu.

Keterbatasan peralatan menjadi salah satu problem. Meski sudah ditambah peralatan yang dibawa tim ICS dari Surabaya dan Taiwan, jumlah­­nya belum mencukupi. Apalagi, hari itu peralatan tersebut harus dibagi dengan tim bedah saraf yang mengerjakan ventricu­loperitoneal (VP) shunt.

Tim ICS melanjutkan perjalanan ke Pulau Seram pada hari ketiga atau Jumat (6/4). Pukul 08.00 WIT tim meninggalkan penginapan untuk menuju Pelabuhan Tulehu. Dari pelabuhan, perjalanan harus dilanjutkan dengan menggunakan kapal cepat untuk bisa mencapai Pulau Seram.

Sebenarnya ada alternatif menggunakan feri. Namun, perjalanan yang ditempuh lebih lama jika dibandingkan dengan kapal cepat. Setelah berayun-ayun selama dua jam di atas kapal, rombongan akhirnya tiba di Pelabuhan Amahai di Pulau Seram.

Dari Pelabuhan Amahai, tim ICS menempuh perjalanan darat selama hampir dua jam. Jalan cukup lebar dan beraspal. Pohon durian, rambutan, dan berbagai tanaman lain menjadi teman perjalanan hingga rombongan tiba di Desa Banda Baru, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.

’’Ini akan menjadi desa binaan pertama Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura (FK Unpatti, red). Untuk programnya, akan lebih dititikberatkan pada upaya promotif dan preventif,’’ jelas Dekan FK Unpatti Dr dr Bertha J. Que SpS MKes.

Bertha menambahkan, desa binaan itu akan mendapat bimbingan secara rutin selama beberapa bulan. Setelah dirasa cukup mampu dan bisa mandiri, mereka akan dilepas secara perlahan.

’’Kami berusaha mencegah jangan sampai masyarakat lebih fokus pada tindakan rehabilitatif dan kuratif. Sebab, rumah sakit rujukan terbatas. Sedangkan puskesmas tidak memiliki fasilitas penunjang yang memadai,’’ lanjutnya.

Prof Dr dr Paul Tahalele SpBTKV(K), president ICS Indo­nesia Section, menam­bahkan, menanamkan pengetahuan mengenai hidup sehat akan lebih efektif hasilnya. Sebab, menurut kepala Departemen Ilmu Bedah FK Unika Widya Mandala Surabaya itu, terkadang sakit ringan bisa menjadi berat jika salah penanganan.

Wilayah Banda Baru terbilang cukup jauh dari fasilitas kesehatan. Sehari-hari hanya ada seorang perawat yang siap jaga di desa tersebut. Dia menjadi satu-satunya tenaga kesehatan yang paling mudah dijangkau. Sebenarnya ada bidan desa, tapi tidak tinggal di wilayah tersebut. Hanya datang, lalu pergi.

’’Masyarakat kalau hanya sakit ringan bisa berobat ke polindes. Tetapi, kalau sedikit berat, harus ke puskesmas induk yang terletak 23 km dari sini,’’ kata Pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Banda Baru Shirly M. Sudjiman.

Dalam kesempatan tersebut, FK Unpatti membukanya dengan melakukan pemeriksaan dan khitan gratis bagi masyarakat Banda Baru. Sunat gratis dipilih karena mayoritas penduduk Banda Baru adalah muslim. Memang, FK Unpatti mencoba memberikan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan.

Tim ICS yang hadir menjadi supervisi dalam kegiatan tersebut. Meski saat itu hujan deras, tim tetap antusias mengajarkan pengetahuan baru kepada dokter dan calon dokter FK Unpatti. Mereka rela ber­basah-basahan untuk berpindah dari lokasi pemeriksaan gratis menuju gedung tempat sunat dilakukan.

Para ahli bedah tersebut menyambangi satu per satu anak yang tengah dikhitan. Proses khitan manual itu membangkitkan memori tersendiri bagi Prof Wang Hung Chen, ahli bedah saraf asal Taiwan. ’’Sempat kaget tadi melihat anak-anak sampai menangis dan harus dipegangi. Saya jadi teringat film China zaman dulu saat ada adegan dikebiri,’’ ungkapnya.

Sebab, di negaranya, biasanya anak-anak yang tidak kooperatif diberi sedasi. Yakni, pemberian bius ringan untuk menenangkan pasien pada periode tertentu. Sedasi diberikan segera kepada pasien sebelum pembedahan untuk menghilangkan rasa cemas, gelisah, atau tidak nyaman.

Proses manual yang dilakukan dalam acara tersebut menarik perhatian Prof Wang Shih Hsien. Ahli bedah anak asal Taiwan tersebut lantas mengajarkan penggunaan plastibell dalam khitan. ’’Penggunaan alat ini membuat sirkumsisi (sunat, Red) lebih cepat dan pendarahannya minimal,’’ ulasnya.

Memang, dalam kesempatan tersebut, para dokter masih menggunakan cara manual untuk melakukan sunat. Yakni, anak diberi suntik bius lokal, kemudian dilakukan insisi pada kulit kulup. Jika dibandingkan, hasil sunat dengan menggunakan plastibell terlihat lebih bagus dari segi kosmetik.

Pulau Seram menjadi lokasi terakhir yang mereka sambangi. Meski begitu, tim memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama di pulau terbesar di Provinsi Maluku tersebut. Keindahan alam serta makanan khas terasa sayang jika dilewatkan begitu saja. Khususnya bagi para dokter asal Taiwan.

’’Durian di sini enak. Jangan tanya berapa jumlah yang sudah dimakan. Pokoknya, setiap melihat durian, berhenti untuk mencoba,’’ ujar Prof Wang.

Sebenarnya tidak hanya ketika di Pulau Seram para dokter asal Taiwan itu gemar durian. Sejak mereka di Kota Ambon pun, buah tropis itu selalu ada setiap makan malam.

Setelah menghabiskan waktu sejenak menikmati Pulau Seram, tim ICS kembali ke Ambon. Mereka terdiri atas Prof Dr dr Paul Tahalele SpBTKV(K), Prof Kwan Aij Lie, Prof Wang Hung Chen, Prof Wang Shih Hsien, Prof Chen Huai Min, Prof Huang Chun Hsiung, Dr Meena Nathan Che­­rian MD, Pablo Roberto Elias Ruiz MD, dr Lily Natalia SpBS, dr Fransiscus Arifin SpB, dr Kun Arifi Abbas SpAn, serta William Winardi MD.(*/c5/nda)