25 radar bogor

Razia Miras Jangan Tunggu Ada Korban

JANGAN TUNGGU KORBAN: Razia miras oplosan jangan hanya rutin dilakukan ketika ada kasus.

CIBUBUR–RADAR BOGOR, Tingginya korban tewas akibat minuman keras oplosan mendapat perhatian serius DPR. Selain menekankan pelaku yang meracik dan mendistri­busikan minuman tersebut dihukum berat, Komisi III DPR RI juga menegaskan razia harus dilakukan secara berkala, tak hanya ketika muncul korban tewas.

Anggota Komisi III Ahmad Sahroni mengapresiasi langkah tanggap kepolisian dalam penanganan kasus miras oplosan ini. Sependapat dengan Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin, politisi NasDem ini memandang jika 82 orang tewas dalam waktu sepekan akibat menenggak minuman keras tersebut, merupakan fenomena yang meresahkan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan keterangan Syafruddin, korban tewas tersebar masing-masing 31 orang di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sementara 51 orang lainnya di wilayah Jawa Barat.

”Langkah wakapolri yang menginstruksikan seluruh jajaran polda untuk menyelesaikan kasus secara tuntas dan mengungkap sampai ke akarnya patut kita apresiasi. Yang menjadi catatan, bukan hanya Polri yang harus ambil bagian dalam memerangi minuman oplosan,” bebernya.

”Pemerintah daerah sampai level terendah hingga RT patut melakukan pengawasan dan memberikan informasi terhadap peredaran minuman keras oplosan. Dengan peran aktif RT dan RW pemetaan terhadap minuman keras oplosan akan lebih efektif,” lanjutnya.

Seperti diberitakan media, khusus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berda­sarkan data yang dimutakhirkan pada Rabu (11/4) malam, total korban miras oplosan mencapai 189 orang, terdiri atas 188 laki-laki dan seorang perempuan. Sebanyak 38 orang di antaranya tewas. Semua korban dirawat di tiga rumah sakit, yakni RSUD Cicalengka, RSUD Ebah Majalaya, dan RS AMC Cileunyi, sejak Jumat pekan lalu.

Jawa Barat menjadi salah satu daerah merah peredaran miras oplosan. Pada Januari lalu, tercatat sembilan orang tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat. Sahroni juga mendu­kung langkah Polri yang mengkaji kemung­kinan dijeratnya tersangka kasus miras oplosan dengan pembunuhan berencana melalui Pasal 340 KUHP.

Jeratan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terbukti tak membuat gentar para pengoplos minuman keras men­distribusikan hasil ”karyanya” ke masyarakat.

”Hukuman kebih berat parut diberikan kepada pengoplos minuman keras yang mendistribusikan ke masyarakat. Karena keuntungan semata, banyak korban jiwa melayang. Setidaknya berbagai pembe­ritaan di media massa menye­butkan 59 korban tewas sepanjang 2017,” tukas Sahroni.

Lebih jauh dirinya meminta pengawasan terhadap penjualan bahan kimia diperketat, seperti etanol dan metanol yang menjadi bahan dasar oplosan minuman keras. (aen)