Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan tiga profesor riset pangan. Ketiganya menelurkan penelitian pangan padi dan jagung.
Pengukuhan dipimpin Majelis Orasi Pengukuhan Profesor Riset, Kepala LIPI Bambang Subiyanto.
Kepala Badang Litbang Pertanian, Muhammad Syakir, mewakili Menteri Pertanian Amran Sulaiman, mengapresiasi temuan mereka. Ketiga profesor riset diminta berkolaborasi dan bersinergi dalam wadah Forum Komunikasi Profesor Riset (FKPR). Profesor Riset Kementan yang baru dikukuhkan di antaranya, Prof. Dr. Ir. Sahardi Mulia, MS dalam bidang budidaya tanaman; Prof. Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc dalam bidang hidrologi dan konservasi tanah; serta Prof. Dr. Ir. I Made Jana Mejaya, MSc dalam bidang pemuliaan dan genetika tanaman.
Syakir melanjutkan, sinergi ini selain menjadi model percontohan bagi penelitiannya, secara konkret dapat menjawab berbagai permasalahan riil. Terutama yang dihadapi petani saat ini.
“Orasi terasa istimewa, karena apa yang disampaikan ketiga profesor riset berkaitan erat dengan program utama Kementan, yaitu Upsus Pajale, yang terus kita kembangkan,” ujarnya.
Upsus Pajale yaitu upaya khusus padi, jagung, dan kedelai.
Syakir menyampaikan, Kementerian Pertanian akan langsung menerjunkan tugas kepada tiga profesor riset tersebut untuk segera mengimplementasikan penelitiannya. Contohnya, Prof. Dr. Ir. Made Jana Mejaya, diharapkan menjadi pelopor penggunaan benih jagung hibrida Balitbangtan oleh petani di lahan kering. Di sisi lain, bisa melalui perbaikan manejemen penyediaan benih induk di unit pengelola benih sumber (UPBS) lingkup Balitbangtan. “Juga, program Desa Mandiri Benih, diharapkan harga benih F1 jagung hibrida menjadi lebih kompetitif,” ujarnya.
Sementara Prof. Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc diharapkan segera merumuskan reinovasi teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) berdasarkan agroekosistem. Sehingga, PTT pola baru tidak saja berorientasi pada peningkatan produktivitas, melainkan juga pada pendapatan petani. “Konsep ini akan jadi dasar pengembangan Upsus Pajale 2018–2019,” terang Syakir.
Sedangkan, Syakir menjelaskan, Prof. Dr. Ir. Sahardi Mulia, MS diharapkan dapat mewujudkan korporasi pertanian dengan menggabungkan teknologi budidaya padi. Yakni, menggunakan tanam benih langsung (Tabela) super jajar legowo dengan teknologi lainnya.
“Wilayah proyek percontohan ini, dapat dikembangkan di beberapa lokasi di Sulawesi,” jelasnya.
Pengukuhan yang berlangsung di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Balai Pertanian, Jalan Tentara Pelajar, Kota Bogor ini, sekaligus orasi hasil riset dari para kandidat profesor tersebut.
Diawali, Prof. Dr. Ir. Sahardi Mulia, MS menyampaikan orasi ilmiah Inovasi Teknologi Budidaya Padi Berbasis Tanam Benih Langsung (Tabela) Super Mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan.
Sahardi mengungkapkan, Tabela Super unggul untuk peningkatan produksi dan menekan biaya produksi padi. “Teknologi ini secara teknis dan sosial ekonomi sangat cocok untuk diterapkan pada daerah dengan tenaga kerja yang terbatas serta mahal, juga kawasan yang kepemilikan lahan usaha tani yang luas,” ujarnya.
Teknologi Tabela Super, lanjut Sahardi, menjadi pelengkap teknologi alat dan mesin pertanian yang secara masif telah dikembangkan Kementan selama tiga tahun terakhir.
Selanjutnya, Prof. Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc yang juga mantan Dirjen Tanaman Pangan Kementan, menyampaikan orasi Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi
Berbasis Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air Menuju Sistem Pertanian Presisi. Menurut Hasil Sembiring, inovasi PTT pada usaha tani padi berperan dalam peningkatan produksi pangan, terutama meningkatnya degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia berlebih sehingga menyebabkan lahan “sakit”.
“Penerapan PTT secara luas diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah sehingga dapat dicapai peningkatan produktivitas minimal 20 persen, dan menekan biaya produksi. Untuk itu, diperlukan reinovasi teknologi PTT pada masing-masing agroekosistem,” paparnya.
Terakhir, Prof. Dr. Ir. I Made Jana Mejaya, MSc dalam orasi ilmiahnya Pengembangan Varietas Unggul Jagung Hibrida Adaptif Lahan Kering Mendukung Swasembada Jagung Berkelanjutan, menjelaskan, hasil riset litbang pertanian untuk pemuliaan jagung tidak kalah dengan yang dihasilkan perusahaan multinasional.
Untuk benih jagung Bima-3, kata Made, pada kondisi “cekaman” kekeringan, Bima-3 mampu menghasilkan rata-rata 6,59 ton/ha. Jumlah produksi tersebut lebih tinggi 11,5% dibandingkan dengan varietas yang dihasilkan perusahaan multinasional.
“Untuk itu, Lembaga Litbang Pemerintah perlu upaya khusus dalam membenahi proses inovasi serta upaya hilirisasinya atau menyosialisasikan hasil teknologi pada masyarakat,” papar Made.(don/c)