25 radar bogor

Tim Dokter Bedah Berbagai Negara Berkumpul di Ambon, Berbagi Ilmu dan Lakukan Operasi

Ilustrasi Dokter Bedah

International College of Surgeons kembali menyambangi Kota Ambon, Provinsi Maluku. Kali ini mereka datang tidak hanya untuk melakukan operasi. Ada sesi pelatihan kepada para dokter dan perawat yang ada di lokasi tersebut.

Laporan: DWI WAHYUNINGSIH

International College of Surgeons (ICS) berada di Kota Ambon sejak Rabu (4/4). Begitu mendarat di Bandara Pattimura, mereka langsung melanjutkan perjalanan menuju Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura. Para pakar yang hadir menjadi pembicara dalam simposium Global Initiative for Emergency and Surgical Care in Maluku.

”Ini tahun ketiga kami kemari. Tujuannya untuk transfer knowledge kepada para dokter dan tenaga kesehatan yang ada di sini,” ujar President ICS Indonesia Section Prof Paul Tahalele SpBTKV(K) kemarin (5/4). Bentuk transfer knowledge itu beragam. Selain simposium, ada sesi pengajaran langsung kepada tenaga kesehatan di wilayah Maluku, khususnya Ambon.

Selain itu, mereka mengoperasi pasien yang selama ini harus dirujuk ke provinsi lain. Contohnya, melakukan pemasangan ventriculoperitoneal shunt (VP shunt). Tindakan tersebut dilaksanakan di RSUD M Haulussy kemarin.

”Pasien mengalami tumor otak dengan hidrosefalus. Tetapi, tindakan yang saat ini bisa kami lakukan hanya untuk mengurangi tekanan di otaknya akibat hidrosefalus,” jelas dr Lily Natalia SpBS yang berpraktik di Siloam Hospitals Jember selaku operator.

Tindakan yang dilakukan adalah memasang VP shunt. Yakni, sebuah selang kecil yang digunakan untuk mengalirkan cairan yang berlebihan di otak untuk kemudian dibuang melalui saluran cerna.

Alumnus FK Universitas Airlangga Surabaya itu dan tim baru bertemu dengan para pasien pada Rabu malam. Sebenarnya, para dokter bedah saraf tersebut akan menangani dua calon pasien. Namun, rupanya, pasien kedua harus dibatalkan karena hasil pemeriksaan awal belum lengkap. ”Ini tidak bisa dilakukan tindakan untuk saat ini. Kami belum tahu apa sebenarnya yang terjadi pada pasien ini,” jelas Lily.

Secara kasatmata, pada pasien yang masih balita tersebut terdapat benjolan di bagian belakang kepala. Meski demikian, untuk memastikannya, dibutuhkan pemeriksaan penunjang lain.

Sedangkan pasien yang kemarin dioperasi, Megawati Malaka, kondisinya sempat diragukan untuk menjalani pembedahan. Sebab, saat tim berkunjung, Mega terlihat lemah dan sedikit sulit diajak berkomunikasi. Apalagi, hasil MRI terakhir yang dimiliki diambil enam bulan lalu.

”Itu dulu sewaktu periksa di Makassar. Sebenarnya sudah ditawari untuk operasi saat itu juga,” ujar Rina Malaka, sang kakak. Mega merasakan sakit di kepala sejak setahun terakhir. Baru ketika sakit tersebut mengganggu, ibu dua anak itu memeriksakan diri ke dokter.

Saat pertama memeriksakan diri, Mega didiagnosis kelebihan kolesterol. Obat-obatan penurun kolesterol pun dikonsumsi. Setelah sebulan, kondisinya sedikit membaik. Namun, gangguan justru berganti pada bagian mata. Pandangannya menjadi ganda. Dia berobat ke dokter mata. Tak lama kemudian, Mega periksa ke dokter spesialis penyakit dalam karena sering mual dan muntah.

”Saat kami melakukan kontrol ke dokter mata, dia curiga jika ada gangguan di otak. Sehingga kami disuruh ke Makassar untuk MRI,” jelas Rina. Hasil MRI pun dirujuk untuk dibacakan dokter saraf. Diketahuilah bahwa di dalam otak sisi kiri Mega terdapat tumor yang cukup besar.

Hanya berdua bersama Mega, Rina kebingungan saat dokter meminta Mega menjalani pemasangan VP shunt. Penjelasan yang kala itu diberikan dokter tidak membuatnya mendapat keterangan yang cukup. Dia hanya diberi tahu bahwa adiknya akan dipasang slang di bagian kepala untuk mengeluarkan kelebihan cairan di dalam otaknya.

”Ayah saya dulu juga pernah dipasangi slang di bagian perutnya. Itu saja kalau sudah ada sumbatan susah, apalagi kalau di bagian kepala,” ujar Rina mengenang. Bayangan buruk sang ayah yang akhirnya meninggal membuat dia dan keluarga tidak mau mengambil risiko kehilangan Mega dengan cara yang sama.

Setelah menolak menjalani operasi, akhirnya keluarga mencoba pengobatan alternatif. Hasilnya tidak memuaskan. Kondisi Mega justru menurun. Akhirnya, dua minggu yang lalu Mega tidak sadarkan diri. Keluarga langsung membawanya ke rumah sakit.

”Setelah mendengar penjelasan dokter semalam (Rabu malam, Red), kami akhirnya setuju adik kami dioperasi,” imbuhnya. Tim dokter secara blak-blakan memberikan penjelasan mengenai proses, keuntungan, hingga risiko yang mungkin terjadi selama tindakan. Itulah yang membuat ketakutan mereka atas operasi sedikit banyak pupus.

Tindakan pemasangan VP shunt dimulai pukul 11.00 WIT Kamis (5/4). Seperti prosedur bedah lainnya, pasien terlebih dahulu dibius. Itu dilakukan dr Kun Arifin Abbas SpAn, spesialis anestesi dari RSUD dr Soetomo. Baru kemudian para dokter bedah saraf yang terdiri atas Lily, Prof Aij Lie Kwan, dan Prof Wang Hung Chen mulai melakukan tindakan. Kwan dan Chen sama-sama dari Taiwan.

”Keterbatasan sarana dan prasarana membuat prosedurnya lebih lama dari biasanya. Rata-rata kalau saya melakukan tidak sampai satu jam,” ujar Kwan.

Lubang dibuat di bagian kepala sisi kanan. Selanjutnya, kateter dipasang di daerah tersebut. Kateter lain ditempatkan di bawah permukaan kulit di belakang telinga dan dimasukkan hingga ke leher dan dada kemudian berakhir di perut.

Sebenarnya, menurut Lily, rencana awal akan dilaksanakan pengangkatan tumor. Tim operasi pun melakukan diskusi panjang sebelum akhirnya memutuskan operasi VP shunt. Termasuk berkonsultasi dengan ahli bedah saraf di Surabaya. (*/c10/nda)