JAKARTA-RADAR BOGOR,Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengatur larangan mengenai mantan narapidana kasus korupsi ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2019. Regulasi tersebut segera dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk pertama kalinya.
”Sebenarnya di undang-undang (UU) tidak ada mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg. Tapi di PKPU pencalonan itu mau kami masukkan,” ungkap Hasyim Asyari, komisioner KPU RI, Jumat (30/3).
Menurut dia, mantan narapidana kasus korupsi tidak layak menduduki jabatan publik. Alasannya, karena telah berkhianat terhadap jabatan sebelumnya.
”Pejabat itu diberi amanah, korupsi itu pasti ada unsur penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan wewenang itu ya berkhianat terhadap jabatannya,” imbuhnya.
Selain itu, lanjut Hasyim, semua calon anggota legislatif yang ikut Pileg 2019 juga menyerahkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Kewajiban itu akan diatur dalam PKPU tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk kali pertama.
Hasyim mengatakan, LHKPN tersebut nantinya diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Salah satu syarat yang harus diajukan caleg adalah menyerahkan LHKPN, caleg di semua tingkatan,” tandasnya.
Menurut Hasyim, nantinya lembaga antirasuah akan memberikan bukti bahwa caleg tersebut telah menyerahkan LHKPN. Bukti tersebut harus diserahkan kepada KPU, sebagai salah satu dokumen yang harus disertakan ketika pendaftaran calon.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (Sekjen KIPP) Kaka Suminta menilai rencana KPU melarang mantan napi ikut Pileg 2019 menjadi langkah maju dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
”Sepanjang itu menjadi kewenangan KPU, maka langkah ini harus kita dukung,” katanya kepada wartawan, Jumat (20/3).
Kaka melihat rencana ini bisa menjadi bagian dalam memberikan hukuman keras kepada para koruptor. Di sisi lain, ia juga mendukung kewajiban caleg untuk menyerahkan LHKPN sebagai syarat dalam Pileg 2019. ”Diharapkan dukungan lembaga lain seperti KPK dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan bisa membangun sinergi dengan KPU soal ini,” ujarnya.
Kaka juga berharap dua rencana ini perlu mendapat dukungan politik dari partai politik peserta Pemilu 2019. Hal itu ditujukan agar parpol bertanggung jawab mewujudkan pemilihan demokratis sekaligus berintegritas.
Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch ( ICW) Almas Sjafrina menilai rencana KPU melarang mantan napi kasus korupsi ikut pileg merupakan sebuah langkah progresif. Sebab, rencana ini bisa mewujudkan pemilu yang demokratis sekaligus berintegritas.
”Bahkan, jangan cuma mantan narapidana, tapi juga calon-calon dengan status hukum tersangka atau terdakwa kasus korupsi,” katanya, Jumat (30/3).(aen)