CIBINONG–RADAR BOGOR, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor masih berkutat pada masalah kemiskinan. Di penghujung akhir jabatan sebagai bupati, Nurhayati masih fokus untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Data yang diperoleh Radar Bogor, dari 5,6 juta penduduk Kabupaten Bogor hingga 2017, jumlah penduduk miskin tersisa 487 ribu jiwa, atau 8,57 persen. Angka ini menurun dari 2016, yakni sebesar 490 ribu jiwa, atau 8,83 persen.
Menurut Kabid Kesos pada Bappedalitbang Kabupaten Bogor, Emy Sriwahyuni, angka kemiskinan di Bumi Tegar Beriman memang menurun tiap tahunnya. Selain mengandalkan APBD, pihaknya juga bersinergi dengan perusahaan swasta agar mau menggelontorkan CSR untuk turut mengentaskan kemiskinan.
“Kami sudah audiensi dengan Bazis, karena sasarannya orang miskin juga. Kalau semua bersinergi, insyaallah target menjadi 8 persen bisa tercapai akhir tahun ini,” papar Emy.
Diakuinya, kemiskinan di Kabupaten Bogor tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja, melainkan juga faktor eksternal. Seperti pemerintah pusat yang menaikkan harga BBM, di sisi lain pendapatan masyarakatnya jalan di tempat.
“Juga, pencabutan subsidi seperti listrik. Jadi menurut saya, kita sudah mati-matian mengentaskan kemiskinan ini,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Wasto Sumarno mengatakan, pengentasan kemiskinan harus menjadi agenda utama para pemangku kepentingan. Selain itu, Pemkab Bogor sudah memiliki Perda Kesejahteraan Sosial (PKS) , yang di dalamnya sudah tertera bagaimana cara mengentaskan kemiskinan.
“Termasuk memberikan jaminan sosial, asuransi, kemudian bantuan berkelanjutan, pemberdayaan individu dan keluarga miskin, lalu implementasikan PKS, itu sudah memuat formulanya,” paparnya.
Kemudian yang selanjutnya, bagaimana membangun infrastruktur yang bagus. Karena infrastruktur yang memadai, maka aksesibilitas lebih mudah, mobilitas pun akan tinggi.
“Mobilitas ekonomi desa ke kota, kota ke desa, antarkota, baik pinggiran maupun tengah, jika aksesibilitas baik, mobilitas ekonomi akan semakin sehat. Karena itu, insyaallah, peningkatan daya beli akan meningkat sehingga pemberdayaan umkm itu juga harus ditingkatkan,” paparnya.
Menurut Wasto, jika kemiskinan sedikit banyak dipengaruhi kebijakan pemerintah pusat, tentunya hal tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
“Jika pemerintah pusat mau menyampaikan kebijakan yang menyentuh hajat hidup orang banyak, harus diberi tahu agar tidak kaget, tiba-tiba serba mahal, serba naik,” tuturnya.
Dengan begitu, sambung dia, Pemkab Bogor bisa mengantisipasi.
“Nah, ini tentu saja aspirasi kepada DPR dan pemerintah pusat. Harus ada perencanaan matang dan informasikan ke publik, jangan tiba-tiba menaikkan,” tukas Wasto.(wil/c)