25 radar bogor

Mengenal Kembali Anak yang Beranjak Remaja

ILUSTRASI DIPERAGAKAN SALMA AZZAHRA (ANAK) DAN ENDAH DIAN (IBU), FOTO: GALIH COKRO/JAWA POS
ILUSTRASI DIPERAGAKAN SALMA AZZAHRA (ANAK) DAN ENDAH DIAN (IBU), FOTO: GALIH COKRO/JAWA POS

Tidak mudah memahami remaja. Mereka belum bisa disebut dewasa, tetapi sudah tidak cocok lagi disebut anak-anak. Diajak ngobrol enggan menjawab. Diberi nasihat justru membantah. Orang tua tidak jarang dibikin pusing gara-gara remaja.

ABG alias remaja merupakan masa transisi yang singkat, tetapi penuh tantangan. Menurut psikolog Maria Farida Kurniawati SPsi, masa remaja bak fase kepompong. Banyak konflik dan perubahan yang dialami anak. Baik yang datang dari lingkungan maupun dari dalam diri sendiri.

”Periode ini bakal menentukan seperti apa anak saat menjalani masa dewasa,” ungkapnya.

Direktur Klinik Psikologi Bijaksana itu menyatakan, di sepanjang masa remaja, dirinya menilai periode usia 15–18 tahun adalah yang paling riskan. ”Usia segitu kira-kira SMA. Mereka sedang mencari identitas diri lewat pengakuan,” papar Maria. Akhirnya, mereka berusaha tampil beda agar dianggap hebat meski caranya terkadang membahayakan.

Sementara itu, pakar parenting asal Singapura Alan Yip menyatakan, pada masa itu, anak mulai menuntut kebebasan.

”Bentuknya beragam. Ada yang mulai tertutup, cuma berbagi rahasia dengan temannya. Ada juga yang melanggar aturan yang dinilainya menge­kang,” jelasnya. Hal tersebut, lanjut Alan, biasanya mulai tam­pak ketika anak memasuki usia SMP.

Penulis FUNtastic Parenting and Break­­through itu menam­­bahkan, orang tua meng­anggap remaja seperti ”spesies” baru.

”Diajak ngobrol, jawab­nya cuma okay, wha­tever. Mereka sulit dipahami dan mema­hami,” ucap Alan. Akibat­­nya, remaja sering dianggap membandel.

Sementara itu, di mata si anak baru gede atau ABG, orang tua adalah pihak yang tidak mau mengerti. Duh, ser­basalah jadinya. Baca selengakpanya di Epaper Radar Bogor hari ini (fam/c6/nda)