25 radar bogor

Cermat Tangani Alergi Makanan

ISINYA APA?: Anak-anak berebut terang bulan mini. Para pengidap alergi makanan hendaknya mengenali kandungan sajian yang hendak dikonsumsi agar tak mengalami reaksi alergi.
ISINYA APA?: Anak-anak berebut terang bulan mini. Para pengidap alergi makanan hendaknya mengenali kandungan sajian yang hendak dikonsumsi agar tak mengalami reaksi alergi.

Berwisata kuliner merupakan hobi yang asyik. Namun, buat pemilik alergi makanan, kegemaran itu justru menyiksa. Jika salah makan, bukan nikmat yang didapat, melainkan justru reaksi yang tidak nyaman hingga risiko kematian.DALAM dunia medis, alergi dianggap sebagai suatu reaksi anomali.

”Alergi didefinisikan sebagai respons berlebih terhadap suatu zat. Sensitivitas itu berbeda-beda di tiap orang. Ada yang reaksinya ringan, ada pula yang berat,” papar dr Zahrah Hikmah SpA. Hingga kini, menurut dia, belum ada referensi yang menunjukkan di usia berapa alergi bisa diketahui secara spesifik.

Sejak bayi pun, menurut spesialis anak yang berpraktik di RSIA Kendangsari, Surabaya, itu, sebenarnya alergi bisa dideteksi. Meski belum mulai makan, anak dapat asupan dari air susu ibu (ASI). Kalau ibu mengonsumsi makanan yang bikin anak alergi, alergen (zat yang mengakibatkan alergi) pindah ke anak lewat air susu. Reaksi yang ditimbulkan pun beragam. Tidak melulu diare atau sulit buang air besar.

Zahrah menyatakan, reaksi alergi yang paling umum adalah dermatitis atopik. Tandanya, muncul ruam merah yang kering dan gatal. Terutama di bagian wajah. ”Selain kulit, manifestasinya juga bisa di pencernaan. Seperti kolik atau rasa tidak nyaman di perut. Kalau pada anak-anak, biasanya muncul batuk-pilek,” imbuhnya.

Alumnus Universitas Airlangga, Surabaya, itu menegaskan, orang tua diharuskan lekas tanggap jika muncul tanda-tanda alergi pada si kecil. ”Hingga kini, obat agar alergi stop sampai seterusnya belum ada. Satu-satunya cara, orang tua dan anak harus menghindari alergen,” tegas Zahrah.

Ahli gizi Titik Jayanti AmdGz menjelaskan, reaksi alergi bisa mengakibatkan proses makan terhambat. ”Misal, anak batuk terus. Tentu, mereka jadi malas makan. Akibatnya, bobotnya tidak naik atau malah turun. Tidur pun sulit,” tuturnya. Pada kasus alergi yang berat, anak rentan mengalami luka serupa sariawan di usus. Penyerapan nutrisi pun tidak maksimal.

Titik menyatakan, dari banyak bahan makanan, kelompok sumber protein adalah yang paling berisiko menimbulkan alergi. Contohnya telur, daging ayam, susu, seafood, dan produk turunannya.

”Makanan-makanan tersebut punya kandungan protein tinggi, sementara anak belum bisa mencerna. Zat itu dianggap asing oleh tubuh sehingga sel imun bereaksi,” ungkap ahli gizi yang berpraktik di RS Husada Utama, Surabaya, tersebut.

Menurut dia, hal itu pula yang menjadi alasan anak tidak terlalu diperkenalkan pada beragam bahan di usia dini. ”Pertama makan, yang dikenalkan biasanya bubur dari tepung beras dan susu. Buahnya juga nggak yang bergetah,” jelas Titik.

Perkenalan ”ramah” tersebut membantu kerja sistem pencernaan anak.
Alumnus Akademi Gizi Muhammadiyah, Semarang, itu menyarankan orang tua memperkenalkan bahan makanan yang berisiko tinggi alergi di usia 12 bulan. Pada usia tersebut, kekebalan tubuh anak mulai terbentuk.(fam/c11/nda)