25 radar bogor

Registrasi Bikin Bisnis Telekomunikasi Anjlok, Kominfo Diminta Operasi Pasar

Nelvi/Radar Bogor PANIK: Antrean pelanggan membeludak di Gerai Indosat, bilangan Pajajaran, Kota Bogor, kemarin (27/2). Mayoritas mengeluhkan sulitnya mendaftarkan nomor prabayar mereka jelang batas akhir registrasi hari ini.

BOGOR–RADAR BOGOR,Aturan registrasi pelanggan teleko­munikasi menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) berpotensi membuat pertumbuhan operator telekomunikasi anjlok. Potensi itu datang dari jumlah pelanggan yang belum daftar ulang dan terancam diputus, serta penurunan omzet para pelaku usaha kecil penjual kartu prabayar dan pulsa.

“Mulai agak sepi sih. Sekarang tambah ribet lagi. Harus ada KK (kartu keluarga) nomor kode toko, dan lain-lain,’’ ujar Neneng (32) pemilik kios seluler di kawasan Parung, Kabupaten Bogor kemarin (2/3).

Menurut Neneng, hingga ke­marin penjualan kartu pra­bayar perdana terbilang masih stabil. Seperti kartu XL, sehari bisa terjual 4–6 nomor baru. Sementara kartu prabayar perdana Indosat, sehari laku terjual 3–4 nomor baru. Semen­tara untuk Telkomsel, sehari bisa terjual dua nomor baru.

”Memang nomor Telkomsel paling mahal, Rp25 ribuan. Kalau nomor cantik bisa Rp50 ribu–Rp200 ribu,’’ ujarnya.

Terpisah, Division Head of Public Relation Indosat Ooredoo, Adrian Prasanto menyebut, pihaknya belum dapat memprediksi atau membaca dampak langsung dari program registrasi kartu prabayar terhadap pertumbuhan bisnis operator. Menurutnya, proses registrasi masih berlangsung sehingga masih sulit untuk memetakan kondisi saat ini.

”Kami harus cek terlebih dahulu,’’ ujarnya kepada Radar Bogor kemarin (2/3).

Kekhawatiran turunnya nilai pertumbuhan operator seluler juga disampaikan Direktur Keuangan XL Axiata (XL) Mohamed Adlan Ahmad Tajudin. Dia khawatir enforcement pre-paid yang drastis berdampak langsung ke industri. ”Karena handset yang belum didaftarkan akan dimatikan,” ujarnya kepada pewarta belum lama ini.

Adlan mengatakan, kalau nomor pelanggan yang belum registrasi dimatikan, industri akan turun. ”Tapi kalau sampai tidak terjadi pemutusan, industri diprediksi akan tumbuh mid to high single digit,’’ kata dia.

Sebagai informasi, jumlah total pelanggan XL di kuartal IV-2017 ini mencapai 53,5 juta orang. Menurut Adlan, dari total tersebut baru setengahnya yang sudah mendaftar ulang menggunakan KTP dan KK. Karena itu, jika pemerintah bertindak keras dalam menegakkan aturan registrasi prabayar, pendapatan XL juga akan terpukul. “Bagaimana menggantinya kalau setengah itu dimatikan?” ujarnya.

Namun, di sisi lain, bila pemerintah memberi kelonggaran, pertumbuhan pendapatan perusahaan diperkirakan meningkat. “Tahun 2018 prediksinya revenue inline industry, single digit mid to high. Ya, tergantung registrasi prabayar nanti,” pungkasnya.

Di bagian lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) disarankan untuk turun ke pasar setelah habisnya masa registrasi ulang berbasis nomor induk kependudukan (NIK) dan KK pada 28 Februari 2018.
Dalam periode itu, Kominfo mengungkapkan sekitar 305 juta nomor dari total 376 juta nomor seluler telah teregistrasi mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016.

“Sistem registrasi sesuai Permenkominfo No 14/2017 nyatanya masih membuka peluang untuk seseorang melakukan registrasi berganda terhadap kartu SIM prabayar.
Apalagi bila dilakukan melalui gerai layanan, satu identitas KTP bisa  registrasi berkali-kali. Kominfo sebaiknya turun ke lapangan untuk melakukan operasi pasar guna menelusuri masih adanya fenomena bakar-bakaran kartu perdana di industri seluler, sehingga program registrasi yang bagus ini tidak dicemari nomor-nomor aspal simsalabim,”saran pengamat telekomunikasi Garuda Sugardo, kemarin.

Anggota Dewan TIK Nasional ini mengungkapkan, di masa belum diberlakukan registrasi prabayar berbasis NIK dan KK sudah menjadi rahasia umum adanya aksi “bakar-bakaran” kartu perdana.

Caranya, kartu SIM perdana yang kelamaan parkir di etalase, demi target “kring” dari operator, agen mengakalinya dengan menghidupkan melalui registrasi borongan. Setelah “on”, konseku­ensinya secara periodik mereka harus  menjaga napas kartu SIM perdananya dengan tambahan oksigen pulsa bakaran.

“Top up lagi dan lagi, maka lahirlah istilah ’bakar-bakaran’.  Kalau terlambat bakar, kartu SIM yang masuk ke masa tenggang akan menggigil kedinginan dan kemudian hilanglah nyawanya; koit!  Mudah-mudahan cerita bakaran ajaib seperti itu, dengan Permen 14/2017 itu tidak akan terjadi lagi,” kisahnya.

Diharapkannya, diberlakukannya registrasi prabayar berbasis NIK dan KK, pemerintah mau menjelaskan berapa banyak pemilik KTP yang mendaftar satu, dua, atau berulang kali. Semakin minim fraud-nya, tentu lebih baik. Jika registrasi berjalan dengan benar, maka hanya nomor seluler yang “halal”   mengudara dan berselan­car di dunia maya. (ric/id)