25 radar bogor

Atiek Yulis Setyowati, Dampingi Warga yang Membutuhkan

Atiek Yulis Setyowati, Founder Komunitas Masyarakat Pejuang Bogor(MPB)

Tingkat kepedulian tinggi yang ada pada individu masyarakat dapat digiring menjadi sebuah gerakan sporadis, yang mampu mengubah mindset dan mental para pemimpin. Terlebih, gerakan tersebut mendapat dukungan banyak orang dari lintas profesi. Seperti yang dirasakan Atiek Yulis Setyowati, ketika memutuskan beramal melalui jalur gerakan sosial.

Berangkat dari hobi mengamati gejala sosial dan politik di Bogor, Atiek memutuskan mendirikan forum Komunitas Masyarakat Pejuang Bogor (MPB). Awalnya, Atiek hanya membuat grup sosial melalui WhatsApp (WA) untuk menghimpun informasi persoalan di Kabupaten dan Kota Bogor.

Tapi ternyata, upaya itu mendapatkan respons positif hingga Atiek meningkatkan status forum komunikasi dunia maya menjadi komunitas gerakan riil.

Pada 2016, Atiek mulai menamai komunitasnya dengan MPB. Dalam MPB, Atiek sebagai pendiri dan juga ketua. Ia pun kini konsen melakukan pendampingan pada masyarakat serta membuka selebar-lebarnya konsultasi aduan masyarakat via WA.

“Ada persoalan apa pun di masyarakat, bisa langsung kami diskusikan di grup dan langsung diupayakan mencari solusinya,” kata dia.

Awalnya, Atiek mencoba mempertemukan persoalan yang ada di lapangan dengan para penanggung jawab dari pemerintah. Setelah itu dilakukan, efeknya sudah terlihat. “Kalau para kabid dan kasi sudah memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya, semua pasti akan lancar,” tutur ketua koordinator MPB ini.

Berbeda dengan konsep Advokasi ala lawyer, dalam MPB para anggota diarahkan terjun langsung di lapangan, dengan mengunjungi rumah-rumah, berdasarkan surat pembaca di koran, atau dengan membuka posko pengaduan masyarakat.

“Prioritas utama kami harus memiliki data akurat dan lengkap mengenai permasalahan yang perlu diadvokasi. Setelah itu kami lakukan proses investigasi,” ucapnya.

Investigasi diperlukan sebagai ’bahan bakar’ awal atas setiap permasalahan yang terjadi. Tanpa data dan informasi lengkap, proses advokasi hanya akan berjalan tanpa arah dan tujuan.

Setelah mengetahui akar masalahnya, langkah kedua yang perlu dilakukan adalah proses studi kebijakan. Hal tersebut berguna untuk mengetahui aspek mana saja yang menjadi permasalahan.

“Ternyata masih banyak persoalan ketidaktahuan masyarakat pada prosedur. Contoh kasus, banyak yang punya KIP (Kartu Indonesia Pintar) tapi tidak tahu cara memanfaatkannya,” tuturnya.

Untuk menjaga keutuhan komunitas, Atiek terus berupaya merajut komunikasi ke tiap anggota. Tak aneh, dari anggota komunitas 17 orang kini bertambah menjadi 194 anggota. Dan tak jarang, anggota yang memiliki basis massa dan keanggotaan dari instansinya. “Yang penting adalah intensitas komunikasi,” tutur ibu dua anak ini.

Selain itu, refleksi dan evaluasi keanggotaan juga menjadi tombak penyemangat. Agar komunitas tersebut tak hanya memiliki eksistensi di dunia maya, melainkan tindakan nyata.

“Semua (anggota, red) harus tahu dan yakin, bahwa yang kami lakukan saat ini dalam rangka membangun empowerment dan community development, yaitu membangun kekuatan masyarakat untuk dapat membela dirinya sendiri,” bebernya.

Lebih penting dari itu, Atiek terus membuka peluang para anggota untuk memberikan saran dan masukan.(azi/c)