TAJURHALANG–RADAR BOGOR, Galian tanah merah ilegal di Blok Geramang RT 02/10 dan RT 02/11, Desa Jampang, Kecamatan Tajurhalang, disebabkan kurang tertibnya prosedur perizinan. Hal ini pun dimanfaatkan oknum pengusaha nakal untuk mengeruk pundi-pundi rupiah dari praktik liar tersebut.
Pengamat hukum perizinan Universitas Pakuan (Unpak) Muhammad Mihradi menjelaskan, perlu adanya reformasi perizinan di Indonesia. Sebab, tidak terpadu pada satu komando dan ada garis putus.
”Tidak terintegrasi dengan baik. Jadi, masih bersifat sektoral. Misalnya, galian di tempat A ditutup. Kemudian oknum pengusaha nakal membuka lagi di lokasi B. Hal ini seringkali luput dari pemerintah,” ujarnya kepada Radar Bogor.
Dekan Fakultas Hukum Unpak ini menilai, koordinasi amat penting dalam proses penerbitan izin. Sehingga mendapatkan informasi akurat jika ada izin yang disalahgunakan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, izin galian C masuk ke dalam kewenangan pemerintah provinsi.
Sehingga jika ditemukan pelanggaran, Pemprov Jawa Barat bisa ikut mengawal karena yang mengeluarkan izin. ”Sedangkan eksekusi didelegasikan ke Pemkab Bogor. Kecuali yang tak berizin. Tanpa koordinasi dengan pemprov, cukup dilakukan Satpol PP,” jelas Mihradi.
Sebelumnya, Kabid Perundang-undangan Satpol PP Kabupaten Bogor, Agus Ridho menuturkan, sanksi tegas bagi oknum pengusaha galian nakal sudah menanti. Ia menjelaskan, hukuman tiga bulan kurungan atau denda Rp50 juta akan dikenakan jika terbukti bersalah.
”Hukuman berat bisa dikenakan kalau menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Dengan pidana maksimal enam sampai dengan 15 tahun penjara,” tukasnya.(rur)