JAKARTA–Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sepertinya tengah mengejar target penerimaan pajak. Salah satunya, melalui pengenaan pajak untuk transaksi perdagangan digital atau e-commerce. Dalam hal ini, bukan melalui situs website sebagai pasar, melainkan sosial media seperti Facebook dan Instagram.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyampaikan, pihaknya saat ini tengah menggodok aturan tersebut. “Sekarang kan yang terkait dengan marketplace, kita matangkan dulu di situ.
Tapi, bukan berarti medsos atau channel yang lain enggak punya kewajiban pajak, mereka tetap harus bayar pajak,” ujarnya saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin (19/2).
Dalam hal ini, pelaku pasar yang merupakan pedagang dalam transaksi online di sosial media nantinya tetap harus melaporkan penghasilannya dalam SPT. Sehingga, hal itu akan masuk pengenaan pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penghasilan (PPh) seperti marketplace.
“Yang masalah kan mereka meng-address masalah medsos, ada channel lain. Memang tidak mungkin kita selesaikan semuanya,” tuturnya.
Namun sayangnya, pihaknya belum dapat membeberkan kapan kebijakan tersebut dapat diberlakukan. Mengingat, sejauh ini pihaknya masih mematangkan kebijakan dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Ditjen Bea dan Cukai mengenai penyelarasan sistem dengan Ditjen Pajak. “Nanti kita lihat, sedang dimatangkan semuanya,” pungkasnya.(jpc)