25 radar bogor

Sopir Taksi online ”Geruduk” Istana

ilustrasi
ilustrasi

BOGOR–Implementasi Peraturan Men­teri Perhubungan (Per­men­hub) 108/2017 tentang Penye­leng­garaan Angkutan Orang dengan Kendaraan Ber­motor Umum Tidak Dalam Trayek masih menuai protes dari para pengemudi angkutan dalam jaringan (daring/online).

Mereka menganggap permen­hub itu malah merugikan para pengemudi (driver). Rencananya aksi protes itu diikuti ribuan orang dari Jabodetabek, Jogja, Semarang, dan Bandung, hari ini (29/1) di seberang Istana Merdeka.

Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Sewa Khusus (Oraski) Fahmi Maharja menuturkan, mereka menolak pemberlakuan Permenhub 108 itu karena menekan ruang gerak para pengusaha angkutan umum dan pengemudi. Sedangkan perusahaan aplikasi tidak mendapatkan pengaturan yang berarti.

”Tanggal 1 Februari dirazia. Yang jadi objek penderita hanya driver dan pengusaha angkutan umum. Aplikator yang mem­berikan order tak dapat sanksi,” ujar dia, kemarin (28/1).

Selengkapnya Klik Gambar

Dia menuturkan bahwa pada pasal 78 mengatur sanksi terhadap perusahaan aplikasi. Bila tidak mematuhi syarat-syarat yang diatur dalam pasal 65, 66, dan 67 sanksinya hanya berupa reko­mendasi kepada kemen­terian Kominfo. ”Coba ban­dingkan dengan pasal 72 sampai dengan pasal 77 yang berisi sanksi tegas kepada pengemudi dan pengusaha angkutan umumnya,” tegasnya.

Selain itu, dia menilai pemerintah sendiri belum siap mengimplementasikan permenhub tersebut. Lantaran permenhub itu belum secara luas dipahami oleh masyarakat, bahkan di lingkungan dinas perhubungan di daerah. Salah satunya soal mekanisme uji kir dalam hal menandai mesin yang telah diuji.

”Di Permenhub 108 itu diemboss. Tapi tidak semua dishub mengerti. Uji kir di Tangsel ini pengalaman pribadi saya, ada 10 unit mobil, mesinnya semua masih diketrik. Ada bekas ketrikan angka,” ujar dia. Dampaknya, mobil tersebut bisa jadi akan kehilangan klaim asuransi dan harga purnajualnya bisa turun.

Fahmi bahkan mendapatkan laporan ada uji kir di Sulawesi Selatan yang dinilai juga penuh persoalan. Dinas setempat hanya mau menguji kir kendaraan taksi daring bila sudah ada 50 kendaraan. ”Di Sulsel bahkan ada ketentuan minimal 50 unit. Salahi PM 108,” ungkap dia.

Karena kegelisahan tersebut, para driver dan pengusaha angkutan sewa khusus pun berencana untuk menggelar aksi di seberang Istana Merdeka. Fahmi menyebut jumlah massa mencapai ribuan orang.

Selain dari Jabodetabek akan datang pula perwakilan driver dari Jogja, Semarang, dan Bandung. ”Bisa jadi (ribuan peserta, red), karena daerah juga sudah dalam perjalanan menuju Jakarta,” ungkap dia.

Bagaimana tanggapan para pengemudi taksi daring? Dwi, seorang pengemudi Go-Car, mengaku masih pikir-pikir untuk ikut aksi hari ini. Pada aksi sebelumnya, ada banyak driver yang diajak ke sekitar Monas dengan cara mendapatkan order.

Meskipun begitu, dia juga tidak sepakat dengan Permenhub 108. Khususnya dengan pemasangan stiker. ”Kalau di Jakarta mungkin sudah selesai. Tapi yang bahaya di luar Jawa kalau pakai stiker,” ungkap Dwi yang sudah satu setengah tahun menjadi pengemudi taksi daring.

Dia menuturkan soal penggan­tian SIM A umum bagi dia sebe­narnya tidak masalah. Meskipun, Dwi sendiri belum mengurusnya. ”Paling bayar lagi untuk SIM A itu gopek (Rp500 ribu),” ungkap dia. Biaya Rp500 ribu itu dia ketahui dari teman-temanya yang telah mengurus SIM A.

Sofyan, pengemudi Grab Car, menuturkan bahwa dia juga mempersoalkan tentang stiker yang harus dipasang. Menurut dia, itu akan membatasi wilayah gerak para driver. ”Jadi tidak bisa ambil yang luar kota. Kalau ketahuan bisa kena denda. Itu yang kami takutkan,” ujar dia.

Dia menuturkan bahwa semestinya taksi daring itu juga dipermudah ruang geraknya. Tidak terlalu dibatasi atau disamakan dengan kendaraan lain. Soal urusan uji kir, misalnya, dia menyebutkan bahwa mobil Grand Livina keluaran 2017 yang baru dia beli pun harus uji kir. ”Emang mobil kita disamain sama metromini yang sudah lama? Ini kan mobil baru. Kok jadinya pemerintah mem­persulit,” tambah dia.

Rusuhnya Permenhub 108/2017 mendapatkan tanggapan Kemen­terian Perhubungan. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuding jika aksi tersebut ada yang menunggangi.

”Saya yakin ini nggak tulus. Ada usaha yang dilakukan. Ada dipesan orang,” ujar Budi kemarin. Menurutnya, rusuhnya taksi online merupakan salah satu upaya dalam merusak pemikiran yang sudah didiskusikan. Menurutnya, Permenhub 108/2017 telah didiskusikan oleh organisasi driver online, operator, organda, dan beberapa organisasi lain yang terlibat.

Menhub pun tidak akan mencabut peraturan yang sudah ada tersebut. Menurutnya, jika permenhub itu dicabut akan menimbulkan chaos, sebab, dengan adanya peraturan itu dianggap sudah bisa memfa­silitasi taksi daring maupun taksi konvensional. ”Jadi, jangan egois karena dipesan seseorang, dia melakukan itu (demo, red),” ungkap Budi.

Budi menjelaskan jika peraturan tentang taksi daring tersebut sudah melindungi para pengemudi. Misalnya saja dengan memberikan tarif batas atas. ”(Dulu) banyak kan yang hampir bangkrut. Bawa pulang sehari 100–200 ribu saja,” tuturnya.

Budi mengakui jika dia ditentang pengusaha dengan adanya Permenhub 108/2017. ”Pengusaha maunya seribu tapi sopir (nanti) nggak ada uang,” kata Budi.

Sementara itu, Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menje­las­kan, kepolisian telah memas­tikan ada pemberitahuan di Polda Metro Jaya terkait rencana demons­trasi tersebut. Untuk jumlah peserta demonstrasi masih dalam pendataan. ”Jumlah pastinya belum diketahui,” terangnya.

Secara teknis, pengamanan tentu akan dilakukan dengan prinsip sebanding demonstrasi tersebut. Tentunya, jumlah personel diupayakan bisa mengantisipasi bila terjadi sesuatu. ”Itu nanti teknisnya di Polda Metro Jaya, ya,” paparnya.

Yang pasti, peserta unjuk rasa tentu harus turut serta dalam menjaga keamanan dan ketertiban demonstrasi. Hak dan kepentingan masyarakat juga harus dihormati. ”Yang tidak ikut demonstrasi ini jangan diganggu,” tuturnya.

Dia menuturkan bila telah waktunya selesai demonstrasi, tentu diharapkan peserta bisa membubarkan diri. ”Waktu pulang juga diharapkan tertib,” terang mantan wakil kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri tersebut.(jun/lyn/idr)