25 radar bogor

Sumber Dana Kampanye Rawan Korupsi

BOGOR-Menjadi seorang kepala daerah saat ini bukanlah hal yang murah. Untuk menjadi seorang bupati saja, seorang calon setidaknya perlu menge­luarkan dana antara Rp30-48 miliar agar dapat memenangkan proses pemilihan kepala daerah.

Berdasarkan perhitungan peneliti senior Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yusfitriadi, ada enam komponen biaya operasional politik yang harus disediakan tim kampanye pasangan calon dalam memuluskan kegiatannya.

”Pertama, konsolidasi dan sosialisasi, kemudian gelaran kampanye di setiap kecamatan, alat peraga kampanye, t-shirt pasangan calon, kampanye akbar, dan terakhir kebutuhan biaya saksi,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin (24/1).

Jika komponen-komponen biaya operasional disimulasikan bagi calon kepala daerah Kabupaten Bogor, sambungnya, maka satu pasangan calon akan menghabiskan dana minimal Rp48 miliar dengan asumsi biaya terendah.

Misalnya dalam komponen konsolidasi dan sosialisasi. Paling kecil setiap pasangan calon membutuhkan dana Rp50 juta setiap kecamatan. Dikalikan 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, maka dana yang dibutuhkan untuk komponen ini saja mencapai Rp2 miliar.

Sedangkan untuk komponen gelaran kampanye, asumsi biaya terendahnya sebesar Rp100 juta per kecamatan. ”Jika ada 40 kecamatan, ditotal kebutuhanya sebesar Rp40 miliar,” beber ketua STKIP Muhammadiyah Bogor tersebut.

Sementara, untuk kebutuhan alat peraga kampanye (APK), Yus mengasumsikan ada 100 baliho dan spanduk di setiap kecamatan yang harus dipersiap­kan calon bupati. Jika setiap APK berikut pemasa­ngannya dibanderol Rp2 juta, maka dana yang dibutuhkan Rp800 juta. ”Untuk t-shirt calon, totalnya bisa Rp2 miliar. Dengan asumsi dibutuhkan 1.000 kaos per setiap kecamatan dengan harga kaos Rp50 ribu per kaos,” ungkap dia.

Sedangkan biaya kampanye akbar dan biaya saksi diperki­rakan akan menghabiskan dana minimal Rp3,090 miliar. Dengan asumsi biaya saksi sebesar Rp2,090 miliar dan kampanye akbar Rp1 miliar. ”Jumlah saksi yang dibutuhkan setiap pasangan calon berjumlah 7.635 saksi untuk disebar di setiap TPS. Biasanya mereka dibayar paling kecil Rp300 ribu,” ucapnya.

”Nah, jika semua komponen ini ditotalkan maka didapat­kanlah angka Rp48,090 miliar yang dibutuhkan setiap pasangan calon,” tambahnya lagi.

Yus menilai, jika estimasi biaya ini dibandingkan dengan seluruh harta kekayaan bakal pasangan calon bupati yang sekarang tentu sangat tidak sebanding. Bahkan mungkin hanya 10 persennya saja. Kemudian yang menjadi pertanyaan, dari mana pasangan calon dapat memenuhi biaya operasional yang begitu besar?

Dalam regulasi pilkada, pemerintah masih memberikan kelonggaran terhadap tim kampanye pasangan calon untuk menghimpun dana yang didapat dari perorangan maupun dari lembaga yang berbadan hukum. ”Besaran bagi perorangan maksimal Rp75 juta dan dari lembaga yang berbadan hukum maksimal Rp750 juta. Inilah yang kemudian harus diawasi serius baik oleh Panwaslu maupun lembaga lain seperti KPK,” ucapnya.

Sebab, di sinilah potensi besar pasangan calon untuk menyiasati dana kampanye dengan praktik-praktik yang melanggar aturan dan merugikan masyarakat. ”Sumbernya dari mana saja harus diawasi! Karena di situlah kemudian muncul potensi-potensi korupsi,” tukasnya. (ded/c)