25 radar bogor

92 Anak dan Balita Papua Meninggal

Elvira/Cendrawasih Post DERITA: Para orang tua dengan bayinya yang antre untuk mendapatkan pengobatan penyakit campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat.

JAKARTA–Misi pertolongan terhadap masyarakat Kabupaten Asmat dan Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, berlanjut. Senin pagi (23/1) Satuan Tugas (Satgas) Kesehatan TNI Kejadian Luar Biasa (KLB) bertolak dari Sentani di Jayapura ke Kampung Pedam di Pegunungan Bintang. Selain menambah tenaga medis, mereka turut menyertakan bantuan obat dan bahan makanan untuk petugas dan masyarakat setempat.

Berdasar laporan awal yang diterima Mabes TNI, sedikitnya 27 jiwa sudah menjadi korban di Pegunungan Bintang. Mereka meninggal dunia lantaran tidak kuasa menahan sakit. Wabah campak telah mengakibatkan 27 orang meninggal dan 23 di antaranya merupakan balita.

Pergerakan Satgas Kesehatan TNI KLB di Kabupaten Asmat juga terus berlanjut. Pelayanan kepada masyarakat tidak henti diberikan. Berdasar data Kodam XVII/Cendrawasih, sampai Minggu (21/1) tidak kurang 10.234 anak mendapat pelayanan medis. Tim yang menyebar ke 12 distrik di Kabupaten Asmat sudah masuk ke 107 kampung. Mereka mendata masyarakat yang terdeteksi kena campak mencapai 608 orang.

Jumlah itu jauh lebih besar jika dibandingkan masyarakat yang mengalami gizi buruk sebanyak 88 orang. Namun demikian, kondisi tersebut tetap mengkhawatirkan. Apalagi jika melihat jumlah korban meninggal dunia yang terus bertambah.

Data terakhir yang diperoleh jumlah anak meninggal dunia akibat campak dan gizi buruk di kabupaten tersebut mencapai 69 jiwa. Terdiri atas 65 anak meninggal dunia akibat campak dan empat anak lainnya meninggal dunia karena gizi buruk.

Berdasar data itu, seluruh korban berasal dari tiga distrik. Yakni, Distrik Pulau Tiga, Distrik Fayit, Distrik Aswi, dan Distrik Akat. Dari tiga distrik itu, korban meninggal terbanyak berasal dari Distrik Pulau Tiga. Selain tiga distrik tersebut, ada juga anak yang meninggal dunia di RSUD Kabupaten Asmat.

Jumlahnya lima orang. Data tersebut turut menunjukkan bahwa serangan campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat sudah merenggut nyawa masyarakat sejak September tahun lalu.
Laporan Satgas Kesehatan TNI KLB kemarin, seluruh masyarakat yang kedapatan butuh penanganan serius dievakuasi ke RSUD Kabupaten Asmat yang berada di Distrik Agats.

Sampai saat ini, tidak kurang 51 anak dirawat inap di RSUD tersebut. Tidak hanya itu, 41 anak lainnya juga menjalani perawatan serupa. Tapi, tidak di RSUD Kabupaten Asmat, melainkan di aula Gereja Protestan Indonesia (GPI) Betlehem.

Di bagian lain, Presiden Joko Widodo kembali menjelaskan kendala yang dialami oleh tim dan jajarannya yang turun ke lapangan untuk menyelesaikan persoalan wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Saat dimintai tanggapannya oleh para jurnalis mengenai kejadian luar biasa tersebut, ia mengatakan bahwa medan yang teramat berat menjadi kendala yang paling menyulitkan timnya untuk menjangkau lokasi dimaksud.

“Mengenai kondisi baik di Asmat, Agas, dan Nduga itu kondisi lapangannya memang sangat berat. Yang kedua, itu juga tersebar,” ujarnya di GOR Dempo Jakabaring Sport City, Kota Palembang, Senin (22/1).

Meski demikian, pihaknya masih berupaya untuk mencarikan jalan keluar terbaik bagi penyelesaian masalah ini. Solusi jangka panjang amat diperlukan mengingat kejadian ini sebenarnya selalu ada tiap tahunnya.

“Ini setiap tahun kejadiannya selalu ada. Kita tidak usah tutup-tutupi. Yang paling penting menurut saya bagaimana mencarikan jalan keluar agar saudara-saudara kita ini tidak terkena wabah penyakit seperti campak dan gizi buruk,” tuturnya.

Salah satu pemikiran yang akan coba ditawarkan kepada pemerintah daerah ialah dengan merelokasi sejumlah penduduk yang ada di tempat terpencil dan tersebar ke kota sekitar yang relatif lebih mudah dijangkau serta dekat unit pelayanan kesehatan.

“Alangkah lebih baik apabila itu direlokasi ke kota. Jadi desa-desa direlokasi ke kota. Tapi ini kan mengubah budaya. Tentang persiapan untuk perumahannya saya kira kabupaten dan provinsi juga punya kemampuan. Pemerintah pusat kalau memang dibutuhkan juga siap membantu,” kata Presiden.

Presiden sendiri menggambar­kan betapa sulitnya medan yang ditempuh oleh jajaran terkait saat menjangkau lokasi terdampak. Salah satunya, butuh waktu selama 4 hari untuk dapat sampai ke daerah tujuan.

“Contoh dari Wamena menuju ke Nduga itu lewat hutan belantara 4 hari. Di Asmat juga sama, di situ rawa-rawa. Untuk naik _boat_ saja butuh 3 jam. Biayanya tidak kecil, Rp3-4 juta. Itu fakta-fakta yang ada di lapangan,” ungkapnya.

Sementara Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyatakan, untuk saat ini pihaknya masih fokus pada penanganan kedaruratan. Tidak hanya di Pegunungan Bintang, namun juga di Asmat.

Logistik obat-obatan dan tenaga kesehatan Kemenkes mau tidak mau harus dikerahkan dengan bantuan TNI, karena daerahnya memang sulit dijangkau. ”Anak-anak yang kurang gizi, itu dari sisi kesehatan harus kami tangani,” terang Nila di kantor KemenPAN-RB kemarin.

Selain Kemenkes dan TNI, Polri beserta Kemensos juga mengirimkan tim untuk mengatasi kondisi darurat di kedua daerah itu. Meskipun demikian, tutur Nila, di saat yang sama pihaknya juga sedang merancang agar kejadian serupa tidak terulang.

Yang paling utama, dalam jangka pendek tentunya adalah pemberian makanan tambahan dan imunisasi. Namun, pemberian makanan itu tidak boleh hanya berlangsung sekali dua kali.

Pihaknya akan membangun semacam feeding center (pusat permakanan) untuk memantau asupan gizi masyarakat terutama anak-anak yang diberi makanan tambahan. Sehingga, pemantauan bisa dilakukan terus-menerus.

”Memberikan makanan tambahan pada anak itu bukan sekadar kasih makan lalu jadi sehat. Itu memerlukan waktu,” lanjutnya. Untuk jangka panjang, hari ini (23/1) dia akan berbicara dengan sejumlah kementerian.

Pembicaraan dilakukan untuk memastikan ketersediaan pelayanan dasar di kawasan yang sulit dijangkau. Pihaknya akan melakukan mitigasi, di mana saja kawasan yang dinilai rawan dari sisi kesehatan. Di situlah diharapkan ada kerja sama lintas kementerian untuk membangun layanan dasar.

”Saya perlu akses air bersih, saya perlu listrik,” tuturnya. Berdasarkan laporan yang dia terima, rata-rata rumah di kawasan tersebut tdiak memiliki sistem sanitasi yang baik.(byu/syn/idr/lyn)