25 radar bogor

Puluhan Calon Belum Laporkan Harta

LAPOR LHKPN: Calon petahana Bima Arya bersama wakilnya Dedie A Rachim mengecek laporan harta kekayaan penyelenggaraan negara (LHKPN) di KPK, Jakarta, kemarin (19/1/18).

JAKARTA–Belum semua peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sampai batas akhir yang ditetapkan Jumat (19/1) tengah malam atau Sabtu (20/1) dini hari pukul 00.00, masih ada 24 orang yang belum melaporkan nilai kekayaannya.

Penghitungan itu diperoleh dari data di website KPK yang di-update pukul 02.00 dini hari atau dua jam setelah pelaporan ditutup. Di situs itu disebutkan, peserta pilkada yang sudah melaporkan kekayaannya sebanyak 1.126 orang di antara total 1.150 peserta wajib lapor LHKPN.

Staf Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Kunto Aryawan menerangkan, meskipun pelaporan sudah melebihi deadline, pihaknya tetap menerima peserta pilkada yang mendaftarkan LHKPN. ”Terutama yang lewat cara online,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Karena KPK masih tetap membuka pelayanan LHKPN online seperti biasa, jumlah pelapor LHKPN terus bertambah. Pun, pada update pukul 14.00, jumlah pelaporan LHKPN sudah mencapai 1.147. KPK memang tidak bisa menolak laporan itu. Sebab, bukan kewenangan lembaga superbodi tersebut menentukan sah atau tidaknya LHKPN. ”Sah tidaknya laporan wewenang KPU. Kami hanya menerima,” ujarnya.

Di sisi lain, Jawa Pos (Grup Radar Bogor) menemukan perbedaan cukup signifikan antara data nama-nama peserta pilkada yang melapor LHKPN ke KPK dan data peserta pilkada yang diumumkan di website resmi KPU. Hal itu menyulitkan masyarakat yang ingin meng-update harta kekayaan pasangan calon (paslon) daerah tertentu.

Data paslon pilkada Kota Madiun misalnya. Di website KPU, hanya disebut satu pasangan. Temuan tersebut diakses Jawa Pos pada pukul 16.30 kemarin. Padahal, di data LHKPN di situs KPK, ada tiga paslon yang melaporkan harta kekayaannya. Setelah dicek, untuk kasus tersebut, data KPK yang benar.

Meski demikian, tidak sedikit pula data nama LHKPN KPK yang tak terdaftar sebagai peserta calon pilkada. Saat ditelusuri, banyak nama yang tidak sinkron dengan data KPU. Misalnya, nama Maman Suherman yang tercatat sebagai calon bupati Majalengka, Jabar, muncul di data LHKPN dan memiliki harta Rp 40,1 miliar. Nah, saat dicek di website KPU, nama itu ternyata tidak ada.

Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa mengatakan, proses verifikasi masih terus dilakukan sampai batas penyerahan LHKPN ke paslon pada 12 Februari mendatang. Nah, verifikasi itu mencakup persoalan tidak sinkronnya nama-nama di data LHKPN KPK dengan data KPU. ”Kami akan rekap dulu,” ucapnya.

Terkait dengan sejumlah nama yang belum mengurus LHKPN hingga kemarin, Refa –panggilan akrabnya– tidak bisa berbicara banyak. Sebab, banyak faktor yang membuat peserta tidak menyerahkan laporan harta ke KPK hingga kemarin. ”Belum tentu tidak patuh. Bisa jadi karena tidak ada pasangannya atau tidak dapat dukungan,” imbuhnya.

Sementara itu, Komisioner KPU Ilham Saputra menyatakan belum tahu jumlah peserta yang sudah melaporkan LHKPN dan yang belum menyerahkan. ”Saya akan cek dulu datanya,” ujar dia. Atas dasar itu, dia belum bisa menentukan apakah nama-nama yang belum melapor tersebut akan gugur dan tidak bisa mengikuti pilkada serentak tahun ini.

Pria asal Aceh itu menerangkan, komisinya akan berkoordinasi dengan KPK karena semua laporan diserahkan ke lembaga yang sudah 15 tahun berdiri tersebut. Jadi, terang Ilham, perkembangan penyerahan laporan kekayaan ada di KPK. Tentu, lanjut dia, pihaknya akan merekap semua data. Siapa saja yang sudah menyerahkan laporan dan siapa yang belum.

Harus Tegas
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, menurut pasal 7 huruf j Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, semua peserta wajib menyerahkan daftar kekayaan pribadi. ”Setelah menyerahkan laporan, mereka menerima surat tanda terima dari KPK,” ucapnya.

Batas waktu penyerahan LHKPN sudah habis. Jadi, KPU dan KPK bisa mengetahui siapa saja peserta yang belum menyerahkan laporan kekayaan mereka. KPU harus tegas dalam melaksanakan aturan itu. Mereka yang belum menyerahkan laporan kekayaan dan surat tanda terima akan gugur sebagai bakal calon kepala dan wakil kepala daerah. ”Sebab, mereka tidak memenuhi syarat,” ujarnya.

Aktivis kelahiran Palembang tersebut mengungkapkan, penyerahan LHKPN tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah. Tapi juga merupakan bentuk komitmen antikorupsi dan akuntabilitas sebagai calon pejabat publik. Jadi, tutur Titi, penyerahan LHKPN sangat penting untuk melihat keseriusan calon dalam pemberantasan korupsi.

Dokumen laporan kekayaan bisa digunakan untuk mengukur kejujuran calon dalam melaporkan harta kekayaan mereka. ”Apakah mereka mau dan jujur dalam melaporkan kekayaan. Ini menjadi pertanyaan mendasar bagi peserta pilkada,” tegasnya.

Apalagi, papar Titi, kompetisi pilkada dan tata kelola pemerintahan daerah sangat rentan terhadap tindakan koruptif dan penyimpangan. Ketika sudah terpilih sebagai kepala daerah, mereka berlomba-lomba mengumpulkan pundi-pundi kekayaan untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan. ”Jadi, jabatan digunakan sebagai kekuasaan untuk berbuat menyimpang dalam mengumpulkan kekayaan secara ilegal,” ujar Titi kepada Jawa Pos kemarin.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta penyelenggara pilkada (KPU dan KPUD) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa tegas. Termasuk kepada calon kepala daerah yang tidak menyerahkan LHKPN, harus diberi sanksi tegas sesuai dengan aturan undang-undang.

”Saya kira Bawaslu, khususnya panwas, harus tegas dan konsisten. Karena salah satu persyaratan utama lolosnya calon itu harus menyerahkan LHKPN,” kata Tjahjo setelah menghadiri peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang di Hotel Kempinski kemarin.

Tjahjo menambahkan, partai politik yang menjadi pengusung calon tentu juga berperan mendorong calon itu melengkapi syarat LHKPN tersebut. Kemendagri secara langsung tidak terlibat dalam verifikasi setelah laporan itu diserahkan kepada KPK. ”Yang bisa mendorong KPU daerah, panwas daerah, partai politik yang mengusung. Semuanya harus membantu,” tutur dia.

Terpisah, mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menjelaskan, LHKPN itu sangat penting diketahui publik. Karena bisa menjadi salah satu acuan warga untuk memilih calon dengan melihat jumlah harta yang dimiliki. ”Dalam memilih harus tahu betul siapa yang dipilih. LHKPN itu bisa menjadi salah satu indikator bagi pemilih untuk mengetahui siapa calonnya ini. Kalau kaya, kok dia bisa kaya, nanti akan bisa mikir,” ujar dia kemarin.

Dengan data tersebut, diharapkan masyarakat bisa lebih memilih secara rasional. Tidak sekadar memilih berdasar kesamaan identitas. ”Memilih tidak hanya karena ikut-ikutan saja. Oh, ini memilih karena suku ini lebih cocok. Atau agama ini lebih cocok,” ucapnya. (tyo/lum/jun/c9/kim)