25 radar bogor

Tak Lapor LHKPN, Bakal Calon Gugur

JAKARTA–Pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) peserta pilkada serentak 2018 ditutup tadi malam pukul 00.00 WIB. Bila melewati deadline laporan tidak diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pencalonan akan gugur. Sampai pukul 22.00, masih ada 27 bakal calon di antara total 1.150 yang belum melaporkan LHKPN.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa penyerahan LHKPN wajib bagi semua bakal calon kepala daerah. Aturan itu bukan basa-basi. Jika ada bakal calon yang tidak melampirkan, otomatis gagal ke tahap selanjutnya.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, semua berkas dan persyaratan yang ditetapkan bersifat kesatuan. Untuk itu, jika ada satu syarat saja yang gagal dipenuhi selama masa pendaftaran dan perbaikan, maka KPU tidak menolerir.

”Yang dinyatakan memenuhi sebagai calon adalah yang memenuhi persyaratan secara lengkap,” katanya kepada Jawa Pos (Grup Radar Bogor) tadi malam (19/1).
Bagi yang baru mengurus dan belum tuntas prosesnya, KPU mema­stikan tidak akan bertindak kaku. Selama bakal calon tersebut sudah melaporkan ke KPK, itu sudah cukup sebagai bukti. Nantinya yang bersangkutan cukup menyerahkan pernyataan jika LHKPN sudah dilaporkan.

”Yang penting sudah memproses. Kan bisa jadi dia melaporkan secara manual, saking hartanya banyak jadi lambat,” imbuhnya.

Disinggung terkait potensi belum dilaporkannya LHKPN hingga deadline, Wahyu menilai itu bukan kesalahan jajarannya. Sebagai penyelenggara, pihaknya sudah membuat dan menyosialisasikan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan dan PKPU tentang Tahapan Pilkada.

Fakta bahwa sebagian besar bakal calon berhasil melaporkan ke KPK sudah menunjukkan ketentuan dan jadwal yang disiapkan KPU tidak menyulitkan. ”Kecuali kalau semua bakal calon kesulitan, mungkin kami salah. Ini kan sebagian besar sudah merampungkan, artinya waktu yang diberikan memadai,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, munculnya bakal calon kepala daerah dengan harta yang besar bukanlah hal yang mengejutkan. Mengingat sistem pencalonan di partai politik masih penuh dengan isu mahar politik atau ongkos politik.

”Lalu ada ongkos politik yang sebagaian besar dibebankan pada calon. Sudah rahasia umum kalau calon membiayai sendiri untuk kerja pemenangan,” ujarnya.

Selain itu, meski ada juga calon berharta besar yang kalah, modal ekonomi yang kuat tetaplah faktor penting untuk pemenangan. Khususnya di daerah dengan akses informasi dan pendidikan politik yang rendah. ”Dengan uang yang mereka punya bisa menjangkau pemilih,” imbuhnya.

Lantas, bagaimana dengan adanya calon yang pas-pasan? Titi menilai, hal itu tidak lepas dari pribadi calonnya.

Biasanya calon tersebut memiliki elektabilitas tinggi, atau fungsionaris partai yang benar-benar sudah lama mengabdi. Meski demikian, bukan berarti calon itu lebih aman dari penyimpangan. Sebab, bukan tidak mungkin, pendanaan ditopang para pemodal dan broker yang ”bermain”.(far/ang)