25 radar bogor

Korupsi Berulang, Buruknya Sistem dan Akhlak

WAHYU HIDAYAT PAPARAN: Mantan Ketua KPK Abraham Samad berbicara di depan ratusan mahasiswa IAIN Pekalongan dalam talk show Antikorupsi di auditorium kampus setempat, Rabu (17/1) malam.
WAHYU HIDAYAT
PAPARAN: Mantan Ketua KPK Abraham Samad berbicara di depan ratusan mahasiswa IAIN Pekalongan dalam talk show Antikorupsi di auditorium kampus setempat, Rabu (17/1) malam.

PEKALONGAN–Berbagai upaya pencegahan maupun langkah penindakan terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun, korupsi masih terus saja terjadi. Penyebabnya, antara lain karena rendahnya akhlak dari pelaku korupsi serta buruknya sistem di negara ini.

Hal ini disampaikan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, saat menjadi pembicara dalam talk show Antikorupsi yang dihelat Dewan Mahasiswa (Dema) IAIN Pekalongan di auditorium kampus setempat, Rabu (17/1) malam.

“Sistem dan tata kelola kelembagaan di negara ini mempermudah terjadinya korupsi. Kalau dia imannya tidak kuat, akhlaknya buruk, maka dia berpotensi untuk korupsi.

Misalnya di sebuah lembaga atau instansi, ada korupsi dan pelakunya sudah ditangkap. Tapi di kemudian hari, terjadi lagi korupsi di tempat tersebut, oleh orang yang berbeda lagi. Itu karena tidak adanya perbaikan sistem, sistemnya buruk,” kata Ketua KPK periode 2011–2015 ini.

Samad memaparkan, seseorang melakukan korupsi lantaran beberapa alasan. Antara lain karena serakah dan karena pendapatan atau gaji rendah. Yang melakukan korupsi karena serakah, maka hukuman yang diterima sudah selayaknya dimaksimalkan. Sedangkan kalau disebabkan gaji rendah, maka negara harusnya ikut bertanggung jawab. Sebab, negara tidak mampu menggaji pegawainya, polisinya, tentaranya, dengan layak.

“Kenapa tidak bisa menggaji dengan layak? Antara lain karena negara tidak punya anggaran yang cukup karena pendapatan negara sedikit. Pendapatan negara sedikit, salah satunya karena dikorupsi. Padahal kalau tidak dikorupsi bisa untuk memajukan rakyat,” ungkapnya.

Samad membeberkan upaya pemberantasan korupsi dilakukan dengan penindakan (represif) dan pencegahan. Langkah represif dengan menangkap para koruptor dan menjebloskannya ke penjara sebagaimana yang telah dilakukan KPK. Berikutnya adalah melalui pencegahan. Caranya antara lain dengan memperbaiki sistem yang ada agar tidak mudah seseorang melakukan korupsi.

Dia membeberkan, telah banyak lulusan perguruan tinggi dan masih berusia muda yang sebenarnya punya potensi bagus untuk memajukan negeri namun malah terjerumus melakukan korupsi. “Karena sistemnya buruk, kalau imannya tidak kuat, akhlaknya buruk, ya akan melakukan korupsi,” tuturnya.

Maka perbaikan sistem di negara Indonesia berperan penting untuk mencegah munculnya koruptor-koruptor baru. Dan yang tak kalah penting adalah, menanamkan karakter dan akhlak yang baik bagi para generasi muda sejak sedini mungkin agar tidak melakukan korupsi.

“Korupsi adalah perilaku, yang menyimpang moralitas, bukan saja menyelewengkan uang negara, tapi berbohong dan nyontek saat ujian juga tindakan korupsi,” ujarnya.

Ia menambhakan semua perilaku menyimpang moralitas tidak boleh ada di generasi muda.
“Generasi muda harus menjadi contoh, dan harus memiliki ahklak baik agar prilaku bisa ditekan, selama generasi muda anti skiptis dan apatis saya yakin korupsi bisa diberantas,” tandasnya. (way)